PENDAHULUAN
I. Perkembangan Budidaya Udang Indonesia
Beberapa jenis plankton yang kurang menguntungkan seperti
Blue Green Algae (Oscillatoria, Microcystis, Anabaena, Phormidium), Euglenphyta (Euglena) dan Dinoflagellata (Gonyaulax,
Alexandrium, Prorocentrum, Gymnodinium,
Gyrodinium, Peridinium, Amphidinium) juga eningkat populasinya. Demikian
juga beberapa jenis bakteri patogen terutama Vibrio seperti V. Parahemolyticus,
V. Harveyi, V.alginolyticus, Pseudomonas dan lain-lain. Daya dukung kolam
ditandai dengan makin rendahnya produktifitas kolam, perlambatan pertumbuhan
dan ketidakstabilan warna air. Berkembangnya penyakit udang akibat pengaruh
gabungan dari penurunan mutu induk, benur serta mutu perairan dan daya dukung
kolam. Penyakit Myo dan WSSV merupakan ancaman serius untuk saat ini di sentra
produksi udang.
II. Kegagalan Budidaya Akibat Penurunan
Kualitas Lingkungan dan Serangan Penyakit)
Limbah tambak juga turut memperparah penurunan kualitas air
laut. Akibatnya terjadi penyuburan di air laut (organik tinggi, N dan P tinggi)
sehingga memacu perkembangan plankton dan bakteri baik yang bersifat merugikan.
Antara lain semakin meningkatnya populasi Blue Green Algae dan Inoflagellata.
Perkembangan populasi bakteri Vibro yang terus meningkat. Hal ini akan
berakibat menimbulkan strees pada udang, kekebalan udang menurun, dan mudah
terserang penyakit.Adanya penurunan kualitas air laut dan berkembangnya bakteri
pathogen menimbulkan resiko masuknya bibit penyakit bila mengambil laut secara
langsung tanpa melalui tandon dan sterilisasi. Serangan penyakit yang
menyebabkan hancurnya pertambakan udang antara lain:
-
Serangan penyakit Vibriosis, kunang
kunang disebabkanVibrio harveyi pada tahun 1990 – 1995
-
Serangan virus MBV tahun 1989 – 1995
-
Serangan virus Yellow Head tahun 1993 di beberapa daerah
-
Serangan virus WSSV mualai tahun 1995
-
Serangan virus Taura(TSV) mualai tahun
2003
-
Serangan virus IMN mulai tahun 2006
-
Diduga ada serangan virus LvNV(dulu
PvNV) mulai 2008. Dugaan ini muncul akibat adanya serangan penyakit yang sangat
mirip dengan IMN tetapi hasil analisis dengan PCR menunjukan bahwa sample udang
negatif IMN.Untuk itu, perlu dilakukan upaya mengurangi air masuk dari luar
secara langsung, air baru yang di ambil
harus di sterilkan dan ditampung dalam reservoir.
III. Pilihan Teknologi Budidaya
Penerapan sistem sedikit atau tanpa ganti air memiiki resiko
antara lain terjadi penumpukan bahan organik didasar tambak, terjadi penumpukan
ammonia di dalam lingkungan tambak, perkembangan populasi plankton yang cepat
pekat (over –bloom ) dan terjadi kematian plankton, aktifitas perombakan bahan
organik tinggi sehingga kebutuhan oksigen menjadi tinggi, berkembangnya populasi
bakteri baik yang pathogen maupun non pathogen serta semakin besarnya
kemungkinan udang menjadi stres dan bermasalah.
Antisipasi terhadap penurunan kualitas lingkungan antara
lain menggunakan pakan yang berkualitas, pengelolaan pakan yang tepat, tambahan
aerasi yang cukup menggunakan probiotik untuk mengurangi bahan organik, menurunkan
amonia, dominasi bakteri menguntungkan dan menekan bakteri yang merugikan.
Serta bahan lain yang dapat meningkatkan kualitas air dan dasar tambak. Sedangkan
antisipasi terhadap kondisi kesehatan udang dapat dilakukan dengan memberrikan
vitamin (terutama vitamin C dan E) untuk anti stres dan meningkatkan kekebalan,
menggunakan immunostimulant untuk meningkatkan kekebalan udang terhadap
serangan penyakit, selalau memantau kondisi kesehatan dan pertumbuhan udang,
dan berusaha menghindari terjadinya stres akibat penanganan yang salah
(sampling, kontrol, anco, panen parsial).
IV. Kiat Sukses Budidaya Udang Vaname
Kiat sukses usaha
budidaya udang vaname ada 7 jurus menurut DR. Made L. Nurjana yaitu:
1.
Carrying Capacity
2.
Self Purifying Capacity
3.
Careful with medicine
4.
Kontruksi tambak yang benar
5.
Manajemen pesawat terbang
6.
Jaga lingkungan tambak dan perairan
PEMAHAMAN
TEKNOLOGI BIOFLOC
I.
Definisi
Bio-Floc berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan floc,
flock yang berarti gumpalan. Menurut Rod McNeil dalam Boyd (2002) floc
dalam tambak, adalah bahan organik hidup yang menyatu menjadi gumpalan.
Sedangkan menurut Conguest and Tacon, (2006) Bio-Floc adalah partikel yang
teraduk oleh aerasi dan sirkulasi, yang terdiri dari kumpulan organisme
autotrof dan heterotrof (bakteri, fitoplankton, fungi, ciliate, nematoda dan
detritus) dan bahan tak hidup.Sementara Tacon et al. (2002) mendefinisikan Floc
adalah kumpulan berbagai mikroorganisme termasuk bakteri, algae, fungi,
protozoa, rotifera, nematoda dan gastroricha. Rosenbery (2006), Floc adalah
gampalan yang merupakan kumpulan dari bakteri.
Serfling (2006) microbial floc adalah kumpulan yang terdiri
dari bermacam-macam bakteri, fungi, microalgae, dan organisme lain yang
tersuspensi dengan dentritus dalam air media budidaya.Menurut Aiyushirota,
Flock = Floc =Bioflock = Bioflocs merupakan istilah bahasa slangdari istilah bahasa baku “Activated Sludge” (“Lumpur Aktif”)
yang diadopsi dari proses pengolahan biologis air limbah (biological westewater
treatment). Bioflocs terdiri atas partikel serat organik yang kaya akan
selulosa, partikel anorganik berupa kristal garamkalsium karbonat hidrat,
biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, dentritus (dead body cell), ragi jamur dan
zooplankton.
II. 2.2 Konsep dan Keunggulan Teknologi
Biofloc serta Persyaratannya
Konsep penerapan biofloc adalah mengubah
senyawa nitrogen anorganik yang bersifat racun (amonia) menjadi bacterial
protein, sehingga bisa dimakan hewan pemakan detritus seperti udang vaname. Prosesnya,
bahan organik dalam tambak diaduk dan diaerasi agar terlarut dalam
kolom air untuk merangsang bakteri heterotrof aerobik menempel pada partikel
organik, selanjutnya menyerap mineral seperti amonia, fosfat dan nutrient lain
dalam air. Hasilnya, kualitas air menjadi lebih baik dan bahan organik
didaur ulang menjadi detritus yang diperkaya.
Budidaya udang dengan sistem BioFloc pada prinsipnya adalah
mengembangkan komunitas bakteri dalam tambak. Menumbuhkan dan menjaga dominasi
bakteri di dalam tambak adalah lebih stabil daripada dominasi algae (plankton)
karena tidak tergantung sinar matahari. Ualitas air lebih stabil sehingga
penggunaan air sedikit (hanya nambah) karena ada pembuangan lumpur. Microba
penyebab penyait tertekan. Bakteri terkumpul dalam suatu gumpalan yang disebut Floc. Semakin banyak floc yang terbentuk
akan semakin besar pula perannya dalam merombak lima nitrogen 10-100x lebih
efisien daripada algae. Dapat bekerja siang maupun malam. Sedikit dipengaruhi
cuaca. Merubahan limbah nitrogen menjadi makanan berprotein tinggi bagi udang.
Budidaya udang dengan Bio-Floc dapat dilakukan dimana saja. Baik di daerah
tropis, sub tropis, di kota, dalam bangunan maupun green house (Chamberlain,
2000).
Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam menerapkan budidaya udang dengan sistem Bio-Floc,
antara lain:
ü
Pemasangan filter pada air masuk
ü
Reservoir dan tambak pengendapan
ü
Benur bebas penyakit dengan padat tebar
yang cukup tinggi
ü
Tanpa/sedikit pergantian air
ü
Biosecurity
ü
Aerasi dan pengadukan cukup memadai
ü
Tambak plastik (HDPE) atau semen
ü
Pembuangan lumpur dari sentral (central
drain)
ü
Karbon (gula, molase, tepung terigu)
untuk merangsang perumbuhan bakteri
ü
Suhu dijaga di atas 300C
ü
Laboratorium untuk analisa mutu air dan
penyakit
III. Biofloc
dan fungsinya di dalam tambak
Biofloc tersusun atas microorganisme terutama bakteri yang
membentuk floc, microalgae, fungi, protozoa, rotifera, cacing, organik detritus
dan serat (selulosa). Biofloc yang terbentuk dari berbagai macam mikroorganisme
yan ada di dalam tambak diharapkan memiliki fungsi antara lain:
1. Mengurai
bahan organik dan menghilangkan senyawa beracun,
Bakteri pembentuk floc, akan mengurai bahan organik
(protein, karbohidrat, lemak, dll.) yang berasal dari sisa pakan, kotoran udang
dan bangkai dari jasad yang mati di dalam tambak. Dengan kondisi yang cukup
oksigen (aerob) bahan organik akan di urai menjadi mineral anorganik yang
sangat diperlukan oleh fitoplankton. Amonia akan disintesis menjadi protein sel
oleh beberapa jenis bakteri, dan sebagian lagi dioksidasi oleh bakteri
nitrifikasi menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas
dan selanjutnya dari nitrit menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter.
2. Menstabilkan
dan memperbaikin mutu air,
Sebagai ciri dari floc yang sudah terbentuk didalam tambak
adalah kondisi pH yang cenderung lebih rendah dan sangat stabil (pada umumnya
kurang dari 8,2) dan goncangan pH sangat rendah (0,1 - 0,3). Dengan pH yang
lebih rendah maka pengaruh dari amonia menjadi lebih kecil. Karena terjadi
saling ketergantungan antara organisme pembentuk floc di dalam tambak (bakteri,
plankton, bahan organik dan mineral) maka kondisi air menjadi stabil.
3. Mengubah
amoniak menjadi protein sel dengan menambahkan karbohidrat,
Diantara jenis bakeri yang ada, ada sebagian bakteri
heterotrof aerobic yang dapat memanfaatkan secara langsung N anorganik (amonia)
menjadi protein. Salah satu contoh jenis bakteri tersebut adalah Bacillus megaterium. Upaya untuk
mendapatkan jenis-jenis bakteri yang diharapkan muncul secara alami atau
sengaja diberikan inokulan dari probiotik yang dijual di pasaran.
4. Menekan
organisme pathogen
Biofloc yang merupakan kumpulan dari berbagai microorganisme
(bakteri) diharapkan dapat menekan bakteri pathogen atau bakteri yang
merugikan. Beberapa bakteri diketahui dapat menekan populasi vibrio di dalam
air tambak. Bakteri tersebut mengekuarkan bahan antibiotik atau senyawa asam
organik.
5. Berfungsi
sebagai makanan tambahan bagi udang
Kandungan nutrisi yang terdapat pada biofloc diharapkan
cukup baik dan cocok untuk nutrisi udang dan sebagai makanan tambahan sehingga
dapat mengurangi kebutuhan pakan dan menghasilkan konversi pakan yang baik.
Ø
Organisme yang terdapat dalam biofloc
Floc yang baik jenis microalgae yang menyusunnya terdiri
dari green algae dan/ diatom, serta bakteri yang mendominasi adalah bakteri non
pathogen. Sebaliknya, floc yang kurang baik (jelek) adalah yang tersusun oleh
microalgae yang merugikan seperti blue-green algae dan dinoflagellata yang
menghasilkan racun serta bakteri yang bersifat pathogen dan atau yang
menghasilkan racun (Vibrio spp,
Pseudomonas, dll).
Ø
Bakteri penghasil floc
Bakteri yang mampu membentuk bioflocs diantaranya: Zoolea ramigera, Escherichia intermedia, Paracolobacterium aerogenoids, Bacillus
subtilis, Bacillus cereus, Flavobacterium, Pseudomonas alcaligenes,
Sphaerotillus natans, Tetrad dan Tricoda (Aiyushirota).
Menurut Gao, et.all(2006), microorganisme yang menghasilkan
biofloc antara lain bakteri, fungi, dan actinomycetes. Microorganisme tersebut
menghasilkan polimer ekstraseluler seperti polysaccharida, protein fungsional
dan glicoprotein yang berfungsi sebagai biofloculasi. Floc yang dihasilkan oleh
Bacillus sp. I-471, Alcaligenescupidus KT201 and Bacillus subtilis IFO3335 adalah
polysaccharida. Nocardia amarae YK-1,
Bacillus licheniformis dan Rhodococcus erythropolis memproduksi
floc protein sedangkan Arcuadendron sp.
TS-4 dan Arathrobacter sp.
Memproduksi biofloc glycoprotein. Alcaligenes eutrophus, Azobacter vinelandii
dan Pseudomonas oleovarians dan lain-lain dapat mensintesis PHA (poly hidroksi
alkanoat) (Salehizadeh and Loosdrecht, 2004 dalam Sinha et. al, 2008). Sedangkan Vagococcus sp. W31 yang dia teliti
menghasilkan bioflucculant yang diberi nama MBFW31.
Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflocs adalah
kemampuannya untuk mensintesa senyawa Poli hidroksi alkanoat (PHA), terutama
yang spesifik seprti poli β-hidroksi butirat. Senyawa ini diperlukan sebagai
bahan polimer antara subtansi-subtansi pembentuk buoflocs (Aiyushirota).
Ø
Warna
Biofloc
3 macam warna floc yang terjadi di dalam tambak yang
menerapkan teknologi Biofloc, yaitu :
1)
Kecoklatan. Floc ini memiliki pengaruh
pertumbuhan udang lebih cepat, didominasi bakteri heterotrof aerobik. Jenis
bakteri yang terkandung biasanya Bacillus dan Lactobacillus
2)
Kehijauan. Floc ini memiliki pengaruh
terhadap pertumbuhan udang normal, jenis bakteri yang mendominasi adalah
kelompok bakteri fotosintetik (cyanobacter)
3)
Kehitaman. Floc ini memiliki pengaruh
kurang baik terhadap pertumbuhan, disamping itu, dapat menyebabkan udang
terdapat warna kehitamanpada bagian insang maupun permukaan tubuhnya,jenis
bakteri yang terkandung dapat mengakumulasi zat besi. Floc semacam ini harus
ditekan / dihindari sedapat mungkin
dengan cara menginokulasikan jenis bakteri yang baik sejak awal (persiapan
air).
Warna floc sangat penting karena dapat menunjukan umur floc.
Berdasarkan analisa Environmental Leverage Inc. ada tiga warna microbial floc
yaitu bening,kuning kecoklatan dan kehitaman. Floc yang bening menunjukkan
bahwa floc masih muda (awal), floc yang berwarna coklat kekuningan menunjukkan
floc yang cukup usia (matang) sedangkan floc yang berwarna kehitaman,
menunjukkan bahwa kondisinya kurang oksigen atau anaerobik sehingga harus
dibuang.
Ø
Ukuran
Biofloc
Pada awalnya ukuran biofloc cukup halus denngan warna yang
transparan dan semakin hari semakin besar dan warnanya berubah menjadi kuning
kecoklatan. Berikut ini adalah ukuran biofloc dengan diameter yang berbeda, 150
mikron, 250 mikron dan 300 mikron.
Menurut McIntos (2000) ukuran floc pada awalnya kecil tetapi
menjelang panen ukuran floc bisa mencapai 2 mm. Namun yang harus disadari bahwa
semakin besar ukuran floc semakin mudah mengendap, sehingga aerasi dan pengadukan
harus cukup kuat dan merata untuk mencegah terjadinya pengendapan. Lebih
diutamakan floc yang lebih halus, sehingga tidak cepat mengendap (selalu
melayang dalam kolom air).
Ø
Kepekatan Biofloc dalam tambak
Untuk mengetahui kepekatan biofloc dapat dilakukan dengan
pengukuran kecerahan air maupun dengan pengukuran volume floc dengan
menggunakan “Imhoff con”. Pada umumnya bila floc sudah stabil kecerahannya
berkisar 10-20 cm. Pengukuran volume biofloc dapat dilakukan dengan menggunakan
alat yang dinamakan “Imhoff con”. Caranya, ambil air tambak 1 liter yang
berasal dari 2 tempat yang berbeda pada kedalaman 15 cm pada waktu jam
10.00-12.00. endapkan dalam Imhoff con selama 15-20 menit. Volume dapat dibaca
pada skala Imhoff con. Menurut Ninuk, praktisi dari PT. STP volume floc perlu
dijaga sekitar 15 cc/liter. Namun volume hingga 90 cc ternyata udang masih
cukup aman asalkan aerasi cukup untuk mencegah agar floc tetap teraduk dalam
kolom air dan tidak sampai mengendap. Namun demi amannya, sebaiknya floc
dikelola dengan kisaran 4-6 ml/L dan maksimal 8 ml/L. Kepekatan floc
berpengaruh terhadap konsumsi oksigen. Semakin tebal floc semakin tinggi
kebutuhan oksigennya.
Ø
Dinamika Biofloc dalam tambak
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa biofloc itu tersusun
oleh mikroba dan detritus organik, maka komposisinya juga selalu berubah dari
waktu ke waktu. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh masukan bahan organik
seperti pakan, molase maupun plankton atau organisme yang mati. Disamping itu,
dinamika plankton dan bakteri juga selalu berubah setiap saat.Adanya perubahan
komposisi penyusun biofloc, secara otomatis juga mempengaruhi perubahan nilai
gizi maupun pertumbuhan udang. Adanya komponen penyusun biofloc yang kurang
menguntungkan, seperti algae yang merugikan (dinoflagellata dan beberapa jenis
blue green), bakteri yang merugikan (vibrio dan bakteri merugikan lainnya),
zooplankton (protozoa dan rotifera) yang memakan bakteri penyusun floc, akan
mengurangi pertumbuhan udang.
Oleh karena itu, dinamika biofloc akan memberikan pengaruh
yang berbeda pada pertumbuhan udang. Bila biofloc yang terbentuk adalah baik
maka akan memberikan pertumbuhan yang lebih cepat dan udangnya sehat, dan bila
biofloc yang terbentuk kurang baik atau jelek maka perrtumbuhan udang akan
lambat, atau bahkan menyebabkan penyakit atau kematian pada udang. Berdasarkan
kualitas penyusunnya (Leffler et al., 2007), biofloc dapat digolongkkan menjadi
3 macam yaitu: biofloc yang baik (good floc) yaitu algae tersusun dari kelompok
diatom dan green algae, bakteri dari jenis yang menguntungkan, biofloc yang
kurang baik (bad floc) yaitu algae yang terdiri dari blue-green algae
(cyanophyta) dan biofloc yang jahat (ugly floc) yaitu algae yang tersusun dari
jenis dinoflagellata.
Yang perlu disadari bahwa peningkatan volume floc belum
tentu diikuti dengan peningkatan komunitas mikroba (bakteri). Biopolymer yang
terbentuk (seperti polyhydroxy alkanoat, glycogen) adalah akibat adanya
rangsangan penambahan sumber karbon organik. Dalam kondisi ammonium (TAN)
rendah atau minim, bakteri akan memproduksi senyawa tersebut untuk membentuk
floc.
Ø
Kondisi
yang mendukung pembentuk floc
·
Bahan
organik yang cukup
Syarat
utama proses pembentukan floc adalah
adanya kandungan bahan organik yang cukup. Berdasarkan penelitian biofloc
terbentuk dengan baik bila Total Organik Karbon (TOC) telah mencapai 100ppm.
Pada awal budidaya, pemberian pakan masih relatif sedikit sehingga perlu adanya
penambahan bahan organik secara terus menerus untuk mendukung perkembangan
bakteri pembentuk floc. Pada umumnya, budidaya diawali dengan sistem plankton
dan setelah 6 – 8 minggu floc mulai terbentuk seiring dengan kandungan bahan
organik yang cukup tinggi.
·
C/N
ratio
Sebagaimana
dijelaskan di depan bahwa perkembangan bakteri heterotrof pembentuk floc sangat di pengaruhi oleh nilai
C/N ratio. C/N ratio harus diusahakan minimal 12, idelanya 15 – 20. Untuk
mendapat nilai C/N ratio yang sesuai, dapat diatur dengan menambah molase atau
karbohidrat yang dicampur pakan atau di beri melalui air. Menurut Van Wyk
(1999), bila C/N ratio rendah (dibawah 10), bakteri akan memanfaatkan N organik
dan bila C/N ratio tinggi (20 atau lebih), bakteri akan memanfaatkan
N-anorganik. Sedangkan bila anatara 10 sampai 20 maka bakteri akan memanfaatkan
dua-duanya.
·
Aerasi
dan Pengadukan
Oksigen
sangat diperluka oleh bakteri untuk mengurai
bahan organik (protein, lemak dan karbohidrat), mengoksidasi amonia
menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat. Pengadukan sangat penting untuk
mencegah bahan organik dan floc mengendap, sehingga bahan organik selalu ada
dalam keadaan aerobik di dalam kolom air.
Pergerakan air (arus) harus
dibuat sedemikian sehinggadaerah mati diusahakan seminim mungkin. Karena bisa
arus tidak cukup kuat, bahan organik dan floc akan mengendap sehingga kondisi
menjadi anaerobik. Bakteri akan menggunakan sulfat untuk mengoksidasi bahan
organik sehingga menghasilkan H2S yang sangat membahayakan bagi kehidupan
udang.
·
Karbon
dioksida
Beberapa
jenis bakteri memerlukan karbon dioksida seperti bakteri nitrifikasi (Nitrosomonas dan Nitrosomonas), bakteri
fotosintetik (Rhodopseudomonas),
bakteri pengoksida sulfide menjadi sulfat (Thiobacillus)
dan bakteri pengoksida besi dan mangan (Thiotrix).
Bakteri – bakteri tersebut tidak bisa menggunakan sumber karbon organik
sperti protein, lemak maupun karbohidrat. Aerasi dapat membantu menyediakan
karbon dioksida. Sumber karbon anorganik yang lain yang dapat dimanfaatkan oleh
bakteri chemoautotrof tersebut adalah karbonat dan bikarbonat. Namun ketika
floc sudah jadi maka CO2hasil perombakan bahan organik cukup tinggi
dan perlu dilepas ke udara dengan bantuan kincir.
·
N/P
ratio
N/P
ratio erat kaitannya dengan kehidupan plankton. Bila N/P ratio rendah < 10
(artinya N berada dalam jumlah yang sedikit) maka blue green algae yang dapat
memfiksasi nitrogen (seperti Anabaena,
Anabaenopsis, Oscillatoria) dan dinoflagellata akan berkembang. Sementara
green algae dan diatom akan tertekan perkembangannya karena kekurangan N. Sebaliknya bila N/P ratio tinggi, yang
berarti fosfat akan menjadi faktor pembatas sehingga plankton blue green algae,
green algae, diatom maupun dinoflagellata perkembangannya terbatas. Sedangkan
bakteri terutama dari kelompok Bacillus yang
dapat melarutkan fosfat dari bentuk tida tersedia bisa berkembang dengan baik.
Untuk
meningkatkan nilai N/P ratio sebaiknya menggunakan pupuk Amonium Sulfatdan
tidak menggunakan urea. Dengan alasan agar BGA tidak tumbuh. Karena BGA dapat
memanfaatkan urea secara langsung. Bila menggunakan amonium sulfat, maka ion
amonium dalam air akan menghambat kerja enzym hidrogenase sehingga tidak bisa
mengambil N2 dari udara. Disamping itu ion amonia dapat menyebabkan
lysis pada BGA bila diberikan dalam dosis tinggi (5ppm) selama 5 hari (Aiyushirota).
Nilai
N/P ratio dalam air media budidaya akan mempengaruhi dominasi plankton yang
muncul.
§
Bila N/P ratio rendah (dibawah 10) maka
BGA akan berkembang.
§
Bila N/P ratio 10 – 20 hampir semua
jenis plankton dapat berkembang.
§
Bila N/P ratio 20 – 30 maka green algae
akan berkembang.
Ø
Biofloc sebagai makan tambahan bagi udang
Biofloc dapat dimanfaatkan sebagai makanan tambahan untuk
udang vaname. Protein yang terkandung dalam flocs berkisar 45% dan kadar mineral berkisar 30% terlarut dalam partikel
organik. Menurut Conguest dan Tacon (2006), komposisi floc terdiri dari: Crude
protein 35 – 50% (arginine, lysine, dan methionine rendah), lemak 0,6 – 12% dan
mineral 21 – 32%. Hasil analisis terhadap kandungan biofloc oleh beberapa ahli
disajikan pada tabel berikut ini.
Dapat dipahami bahwa biofloc tersusun atas mikroorganisme
terutamabakteri yang memiliki kandungan protein cukup tinggi. Sementara
pemanfaatan N dari pakan oleh udang hanya sekitar 30% maka N di daur ulang
menjadi protein cukup tinggi. Dalam hal ini N akan termanfaatkan 2 kali
(Avnimeleh, 2009), yaitu pertama N dalam bentuk protein pakan dan kedua N
sebagai protein sel mikroba (SCP = Singel Cell Protein). Dengan demikian maka
penetapan teknologi bifloc akan menghemat biaya pakan (Nyantaw, 2006). Hal ini
disebabkan pakan yang digunakan proteinnyalebih rendah dan nilai FCR juga lebih
baik.
Tabel 1. Komposisi Biofloc
(Chamberlain, 2001)
Protein Pakan
|
%
|
31,5
|
22,5
|
Rata–rata
|
Bahan Organik
|
%
|
78
|
66
|
72
|
Abu
|
%
|
21
|
32
|
26
|
Protein
|
%
|
51
|
35
|
43
|
Lemak
|
%
|
10
|
15
|
12,5
|
Arginine
|
%
|
2,3
|
1,61
|
1,95
|
Methionine
|
%
|
0,61
|
0,35
|
0,48
|
Lysine
|
%
|
2,5
|
1,7
|
2,1
|
Tabel 2. Komposisi Biofloc (Tacon et al, 2002)
Nutrient
|
Kisaran
|
Rata-rata
|
Suspensed microbial floc (mg/l)
|
87,3 – 200,8
|
157
|
Moisture (%)
|
5,9 – 7,3
|
6,6
|
Crude protein (Nx6,25)(%)
|
29,2 – 34,3
|
31,2
|
Crude lipid (%)
|
2,5 – 2,6
|
2,6
|
Cholesterol (mg/kg)
|
470 – 490
|
480
|
Ash (%)
|
25,5 – 31,8
|
28,2
|
Groos energy (MJ/Kg)
|
10,3 – 12,8
|
12
|
Tabel 3. Kandungan
mineral dalam biofloc (Tacon, 2002)
Mineral
|
Kisaran
|
Rata – rata
|
Sodium (%)
|
0,41 – 4,31
|
2,75
|
Calsium (%)
|
0,56 – 2,86
|
1,70
|
Phosphorus (%)
|
0,36 – 2,12
|
1,35
|
Potassium(%)
|
0,13 – 0,86
|
0,64
|
Magnesium (%)
|
0,12 – 0,45
|
0,26
|
Zinc (mg/kg)
|
78,3 – 577,9
|
338
|
Iron (mg/kg)
|
170,8 – 521,0
|
320
|
Manganese (mg/kg)
|
8,9 – 46,8
|
28,5
|
Boron (mg/kg)
|
8,8 – 45, 7
|
27,3
|
Copper (mg/kg)
|
3,8 – 88,6
|
22,8
|
Tabel 4. Kandungan asam amino dalam biofloc (Tacon, 2002)
Asam Amino
|
Kisaran
|
Rata-rata
|
Methionine + Cystine (%)
|
0,86 – 0,93
|
0,89
|
Phenylalanine + Tyrosin (%)
|
2,41 – 2,54
|
2, 48
|
Isoleucine (%)
|
1,21 – 1,26
|
1,24
|
Leucine (%)
|
1,78 – 1,97
|
1,87
|
Histidine (%)
|
0,43 – 0,45
|
0,44
|
Threonine (%)
|
1,44 – 1,50
|
1,47
|
Lysine (%)
|
0,90 – 0,96
|
0,93
|
Valine (%)
|
1,66 – 1,80
|
1,73
|
Arginine (%)
|
1,46 – 1,63
|
1,54
|
Tryptophan (%)
|
0,18 – 0,22
|
0,20
|
Total Essential amino acids
|
24,5 – 26,3
|
25,4
|
IV. Akumulasi Kotoran (bahan organik) dan
Amonia dalam tambak
Dalam sistem budidaya konvensional hanya 20 – 30% C, N, dan
P yang termanfaatkan, sebagian besar terbuang karena tidak termakan dan menjadi
kotoran. N yang terbuang sebagian besar berbentuk amonia.
Selama masa budidaya bahan organik (sisa pakan, kotoran
udang dan organisme yang mati termasuk plankton) akan terkumpul dan mengendap
didasar tambak dan sebagian bahan organik terlarut di dalam air. Hal ini memicu
berkembangnya bakteri (baik yang menguntungkan maupun yang merugikan).
Kebutuhan oksigen menjadi semakin besar. Bahan organik yang mengendap di dasar
akan menyebabkan kondisi menjadi kekurangan oksigen (anaerob) sehingga sebagian
bakteri akan merombak bahan organik dengan memanfaatkan sulfat dan nitrit.
Hasil dari perombakan secara anaerobik akan menghasilkan sejumlah senyawa
beracun seperti asam sulfida, amonia, nitrit dan metana.untuk mencegah
munculnya beberapa racun tersebut dapat dilakukan dengan cara menjaga agar selalu
cukup oksigen dan bahan organik selalu dalam kondisi teraduk serta mencegah
tejadinya daerah mati sebagai tempat endapan kotoran (lumpur). Namun bila ada
sebagiankotoran yang mengendap dapat dilakukan pembungan kotoran dengan cara
membuka pipa pengeluaran (central drain) atau dengan melakukan penyedotan
lumpur (sifon).
Konsekuesi penerapan teknologi biofloc yang melakukan
sedikit atau tanpa ganti air adalah adanya penumpukan kotoran (bahan organik),
amonia dan fosfat di dalam air. Keberhasilan budidaya dengan sistem biofloc
adalah tergantung pada kemampuan mengendalikan amonia agar udang tidak keracuna
amonia. Dalam hal ini, amonia di daur ulang/disintesis menjadiprotein sel yang
dapat dimanfaatkan kembali oleh udang maupun hewan pemakan detritus.
Amonia yang terbentuk akibat penguraian protein sisa pakan,
kotoran dan jasad yang mati dalam tambak dapat dihilangkan atau dikurangi
dengan 4 cara, yaitu:
-
Melalui
pengenceran (pergantian air)
Pergantian
air untuk mengencerkan amonia, bahan organik serta senyawa beracun lainnya
umumnya dilakukan pada sistem budidaya konvensional atau open sistem. Sedangkan
pada budidaya yang menerapkan sistem tertutup maupun sedikit ganti air, maka
pengendalian amonia dan bahan organik lebih ditekankan pada pemanfaatan
microorganisme.
-
Secara
photoautotrof oleh phytoplankton
Phytoplankton
dapat memanfaatkan nitrogen anorganik seperti amonia dan nitrat untuk
disintesis menjadi protein sel melalui proses fotosintesis. Cara pengendalian
amonia seperti ini dikenal dengan istilah “green water system”. Reaksi yang
terjadi menurut Ebeling et.al. (2006) adalah sebagai berikut :
Bila
phytoplankton mengambil senyawa amonia dalam proses fotosintesisnya maka akan
terjadi penurunan alkalinitas, sedangkan bila nitrat yang diambil maka
alkalinitas akanmeningkat.
-
Secara
chemoautotrof oleh bakteri nitrifikasi
Senyawa
amonia dapat dirombak atau dioksidasi oleh bakteri nitrifikasi menjadi senyawa
nitrat yang tidak berbahaya bagi udang. Ada 2 tahap selama proses nitrifikasi
berlangsung. Yang pertama amonia dioksidasi oleh bakteri Nitrosomonas menjadi nitrit
Yang
kedua senyawa nitrit dioksidasi oleh bakteri Nitrobacter menjadi nitrat
(EPA,
1975 dalam Van Wyk, 1999)
Reaksi
nitrifikasi secara ringkas yang umum dipakai:
Reaksi
nitrifikasi scara ringkas menurut Ebeling et.al. (2006)
Agar
proses nitrifikasi berjalan baik maka beberapa syarat harus dipenuhi antara
lain:
-
pH air sekitar 7 - 8,5
-
kandungan oksigen cukup tinggi
(usahakan minimal 4)
-
ada substrat untuk penempelan bakteri
-
tersedia Ca yang cukup
-
semakin rendah bahan organik, semakin
cepat laju nitrifikasi.
-
Secara
heterotrof disintesis menjadi protein sel oleh bakteri heterotrof
Beberapa
jenis bakteri heterotrof dapat memanfaatkan amonia untuk disintesis menjadi
protein dengan adanya penambahan karbon organik (karbohidrat). Reaksi proses
yang terjadi menurut Ebeling (2006) adalah sebagai berikut:
Proses
perombakan amonia yang terjadi sangat dipengaruhi oleh nilai C/N ratio. Bila
nilai C/N ratio rendah (C organik tidak ada), maka proses perombakan amoni
berlangsung secara autotrof. Bila C/N ratio sedang (8-10), proses perombakan
amonia berlangsung secara autotrof dan heterotrof. Sedangkan bila nilai C/N
ratio 12 atau lebih proses perombakan berlangsung secara heterotrof (Ebeling,
2006).
V.
Nilai
perbandingan karbon dan nitrogen atau C/N ratio
Nilai C/N ratio meiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan floc bakteri serta kemampuan dalam menetralkan amonia. Bakteri
heterotrof dapat mensintesis protein dari karbohidrat dan amonia. C/N ratio
harus sesuai untuk keperluan bakteri. Seimbang antara sumber C dan N. Nilai C/N
ratio dalam media budidaya akan selalu berubah-ubah tergantung dari masukan
bahan yang digunakan dalam budidaya. Pakan yang diberikan pada udang mengandung
protein yang cukup tinggi dengan nilai C/N ratio di bawah 9. Penumpukan amonia
hasil metabolisme udang dan peromabakan bahan organik oleh mikroba akan
memperkecil nilai C/N ratio sehingga pada suatu saat perlu adanya penambahan C
organik untuk meningkatkan nilain C/N ratio sekaligus untuk menekan kandungan N
anorganik (amonia) yang bersifat racun.
Pada nilai C/N ratio yang rendah mikroba yang berkembang
cenderung menggunakan senyawa N organik (asam amino,protein,amina) sebagai
sumber Ndalam mensintesim protein,sedangkan pada nilai C/N ratio yang tinggi
mikroba yang berkembangmenggunakan N anorganik (amonia dan nitrat) sebagai
sumber N dalam menyusun protein dalam selnua, namun apabikla nilai C/N ratio
terlalu tinggi akan berakibat terhambatnya proses penguraian bahan prganik
karena kekurangan unsur N (Van Wjk,
2006). Dalam penerapan teknologi biofloc,nilai C/N ratio dapat dihitung dengan
cara mengukur kandungan total organik carbon (TOC) dan total kandungan nitrogen
(TKN)
C/N
ratio =TOC : TKN
Menurut van wyk (2006) cara ini tidak praktis untuk lapangan
karana pelatannya mahal dan tidak mungkin dimiliki oleh petambak. Maka cara
yang praktis adalah dengan menghitung C/N ratio pada pakan karena proteinya
sudah diketahui.
Pakan udang mengandung protein tinggi yaitu lebih dari 35%
untuk vaname dan lebih dari 38% untuk udang windu. Pakan dengan kandungan
protein 35% nilai C/N rationya dapat dihitung sebagai berikut.
-
C dalam pakan (berbagai formula) = 50%
-
Crude protein 35% jadi N = 35% :6,25
=5,6%
-
C/N ratio= 50%:5,6%=8,93=9
Oleh karena nilai C/N ratio rendah maka C merupakan faktor
pembatas. Agar floc bakteri dapat berkembang baik maka harus ditambahkan C
organik dari luar dan dipilih harga yang murah seperti molase,tepung
terigu,tepung ketela,dedak,tepung tapioka dan sebagainya.
VI. Perombakan bahan organik oleh
microorganisme
Dasar
pemikiran
Proses
perombakan karbohidrat oleh bakteri
∆
CH+O2 →
Cmic + CO2 + energi
Efisiensi
(ζ) = Cmic / ∆C = 0,4 – 0,6
∆
C = ∆ CH x % C
(C/N)mic
= Cmic / Nmic = 4 -6
-
Kebutuhan karbohidrat untuk menetralkan
amonia
-
Sel bakteri memiliki nilai C/N ratio,
(C/N) mic = 4 – 6. Misal diambil nilai terendah 4
-
Efiensi (ζ) dalm mermbak bahan organik berkisar 0,4 - 0,6. Misal diambil
nilai terendah 0,4Sehingga,
∆C
= CO2 + Cmic ↔ (ζ) = Cmic / ∆C ↔ ∆C x (ζ) = Cmic
∆C
x (ζ) / N = Cmic / Nmic
∆C
= (C/N) mic x N / (ζ)
∆C
= 4 x N / 0,4 = N x 10 ↔ ∆C = ∆CH x 50%
∆CH
x 50% = N x 10
∆CH
= 20 N
∆CH : Karbohidrat
N : Nitrogen
Anorgannik (amonia)
N diperoleh dari hasil
pengukuran amonia
Jadi untuk
mengikat 1 gr N (NH4+) diperlukan 20 gr karbbohidrat
Menurut Avnimelech et al. (1999), karbohidrat
yang ditambahkan untuk mencegah timbulnya aminia akibat sebagain N dari pakan
yang terbuang (berupa metabolit udang, sisa pakan dan kotoran) ke dalam
lingkungan tambak, dihitung dengan asumsi sbb :
-
Kandungan N pada pakan dengan kadar
protein 30% adalah 4,8%
-
Ammonia N yang tebuang : 50%
-
C/N ratio pada jaringan microba : 4
-
Kandungan carbon pada carbohydrate : 50
%
-
Efficiency sintesis protein pada
microba : 40 %
-
Carbohyrate yang harus ditambah pada
pakan
= 4.8% * 50% * 4/(50% * 40%) = 48 %
∆CH = kebutuhan karbohidrat
CP = crude protein
6,25 = konstanta
W = prosentase N yang terbuang
(C/N)mic = C/N ratio mikroba
%C = kandungan (prosentase) karbon
(ζ) =
efisiensi sintesa protein
3.
Penerapan Teknologi Biofloc
3.1 Persiapan tambak dan peralatan
Sebelum teknologi biofloc diterapkan di tambak maka terlebih
dahulu segala kebutuhan yang menunjang keberhasilan teknologi tersebut harus
dipersiapkan dengan baik. Persiapan meliputi sarana tambaknya beserta
perlengkapan peralatan yang diperlukan, kebutuhan energi serta kesiapan
sumberdaya manusianya. Untuk itu, perlu adanya pelatihan khusus kepada tenaga
yang akan menanngani tambak tersebut.
Tambak yang akan digunakan harus memenuhi beberapa
persyaratan antara lain, tambak harus bisa menampung air, tidak bocor atau
merembes, tambak dilapisi plastik HDPE atau semen. Untuk tambak tanah, tipe
tanah harus keras, berpasir dan bukan tipe lumpur yang mudah terkikis bila
terkena arus kincir. Dasar dan pematang tanah yang mudah terkikis arus akan
menyebabkan air cepat keruh karena suspensi tanah sehingga floc tidak bisa
berkembang dengan baik. Disamping itu, kita akan mudah terkecoh. Yang tampak
seperti floc yang sudah terbentuk tetapi sesungguhnya adalah partikel tanah
yang melayang dalam kolom air. Jadi, teknologi biofloc kurang tepat diterapkan
pada tambak yang kondisinya demikian.
Agar produksitivitasnya lebih baik dan kualitas air lebih
stabil, sebaiknya tambak diusahakan lebih dalam agar dapat ditebar lebih
banyak. Kedalaman tambak minimal 120 cm dan boleh lebih dalam lagi hingga 2,5
atau 3 meter yang penting teknik aerasi dan pengadukannya bisa menjangkau
hingga kedalaman tersebut. Disamping itu, tambak harus dilengkapi dengan
pembuangan tengah (central drain) untuk mengeluarkan endapan kotoran
sewaktu-waktu.
Untuk menunjang agar pembuangan tengah bisa efektif maka
penempatan kincir harus sedemikian rupa sehingga membentuk arus memutar dan
bbisa menggerakkan kotoran ke tengah. Untuk itu jumlah kincir atau aerator
harus mencukupi untuk menjaga agar oksigen selalu tinggi disemua tempat dan air
harus dalam kondisi selalu bergerak agar bahan organik tidak cepat mengendap.
Daerah mati harus diusahakan sedemikian rupa agar seminim mungkin. Bila perlu
daerah mati ditiadakan dengan penempatan aerator yang tersebar di seluru bagian
tambak tetapi tetap memperhatikan arah arus harus tetap memutar. Jumlah aerator
yang dipasang harus sesuai dengan kebutuhan. Harus dikombinasikan antara kincir
(paddle whell), long arm, aspirator (turbo jet). Akan lebih baik lagi bila
dipasang blower atau super charge yang dapat diatur lokasi pengeluaran udaranya
dari dasar tambak dan menyebar di semua area. Kebutuhan semua aerator untuk 1
hektar tambak antara 30- 60 hp, tergantung umur dan kepadatan udang di dalam
tambak. Oksigen terlarut harus dijaga agar tetap di atas 4 ppm di semua tempat
(termasuk daerah yang paling lemah arusnya).
Dengan adanya kebutuhan aerator yang banyak untuk menunjang
teknologi biofloc maka kebutuhan energi juga harus disesuaikan. Baik energi
yang berasal dari PLN maupun diesel atau genzet. Kapasitas genzet sebaiknya
sesuai dengan kebutuhan. Jadi perlu ada 2 atau lebih genzet yang memiliki
kapasitas yang berbeda bila dibutuhkan energinya lebih sedikit maka bisa
menggunakan genzet yang berkapasitas lebih kecil dan juga sebaliknya.Agar penggunaan
energi/ bahan bakar bisa lebih efisien.
Mengingat tidak adanya jaminan bahwa tidak ada daerah mati
atau bahan organik/ kotoran yang mengendap, maka harus dipersiapkan alat untuk
membersihkan dasar tambak yaitu sifon. Kotoran yang mengendap di dasar dibersihkan
alat sifon. Biasanya pengerjaan sifon dilakukan pada umur udang mencapai 2
bulan. Alternatif lain untuk mencegah munculnya gas beracun adalah dengan
menggunakan probiotik yang sesuai.
3.2. Memilih jenis bakteri probiotik
Bakteri probiotik merupakan bahan yang sangat dibutuhkan
dalam penerapan sistem budidaya dengan sedikit/ tanpa ganti air. Bakteri
probiotik komersial banyak dijual di pasaran sehingga petambak tidak perlu
menyiapkan sendiri inokulan yang diperlukan karena biayanya cukup mahal. Namun
untuk tambak yang memiliki perlengkapan laboratorium dan tenaga ahli
(mikrobiologi), tidak ada salahnya bila membuat isolat sendiri karena isolat
lokal biasanya lebih adaptif daripada isolat dari luar (pasaran bebas).
Jenis bakteri yang dipilih harus sesuai dengan kebutuhan. Salah
satu jenis bakteri yang dapat membentuk floc karena dapat menghasilkan polimer
PHA dan mengurai protein yang handal adalah Bacillus
subtilis. Jenis bakteri ini banyak dijual di pasaran. Dan hampir semua
produk probiotik yang dijual mengandung Bacillus
subtilis. Bila menghendaki bakteri pembentuk floc yang lain bisa dipilih
jenis Bacillus cereus. Disamping
mampu membentuk floc bakteri ini dapat mengendalikan blue green algae.
Selain bakteri pembentuk floc, masih diperlukan isolat
bakteri lain antara lain bakteri denitrifikasi, yang mengubah nitrat menjadi
gas nitrogen (Bacillus licheniformis),
bakteri pengoksidasi H2S (bakteri fotosintesis seperti Rhodopseudomonas, Rhodobacter) yang juga
dapat menurunkan amonia dan nitrat. Bakteri yang dapat menekan perkembangan
bakteri pathogen (vibrio) selain Bacillus
subtilis (misalnya, Bacillus
polymyxa, B. Megaterium, Alteromonas, Lactobacillus). Bakteri nitrifikasi
yang dapat mengoksidasi amonia menjadi nitrit (Nitrosomonas dan Nitrobacter).
Dan masih banyak lagi pilihan isolat bakteri yang bisa diperoleh sesuai dengan
kebutuhannya.
3.3 Pembuatan starter / booster biofloc
Langkah awal yang menentukan kesuksesan penerapan teknologi
biofloc adalah pembuatan starter atau booster biofloc. Pembuatan starter
biofloc pada prinsipnya adalah sama dengan teknik kultur masal bakteri atau
yang sering disebut fermentasi oleh para petambak. Ada sedikit perbedaan antara
pembuatan starter biofloc dengan teknik pembuatan fermentasi yang biasa
dilakukan di tambak. Pada teknik kultur masal yang biasa dilakukan di tambak
lebih dititikberatkan pada jumlah bakteri yang dihasilkan dari proses pembelahan
selama kultur. Sedangkan pada pembuatan starter biofloc lebih banyak
penekanannya. Disamping jumlah bakteri, juga enzym dan poly hidroksi alkanoat
atau PHA (lebih specifik lagi polyβ-hydroksi
butirat atau PHB) yang dihasilkan harus terjaga agar tidak rusak karena
penurunan pH maupun kontaminasi mikroba perusak PHA. Untuk itu pH harus terjaga
di atas 6 dengan menambahkan buffer pada media kulturnya.
Dalam pembuatan starter biofloc yang harus diperhatikan
adalah peralatan, tempat, media dan cara kultur.
-
peralatan
kultur starter biofloc
semua peralatan yang dipakai harus disterikan terlebih
dahulu. Bersihkan peralatan dengan menggunakan detergen. Tahap berikutnya
peralatan harus disterilkan sesuai dengan bahanya.alat-alat yang memungkinkan,
seperti erlenmeyer,petri dish dll.distrelirkan dengan autoclaf. Untuk alat-alat
seperti bak fiber ,ember plastik dan lain-lain dapat disterilkan dengan
menggunakan kaporite 500 ppm
-
tempat
atau ruang untuk pembuata starter biofloc
tempat atau ruang yang digunakan untuk pembuatan starter
harus bersih,telindung dari angin (untuk menghindari kontaminasi) tidak boleh
ada orang yang keluar masuk,beraktivitas disekitarnya,dalam keadaan tertutup.
-
Media
dan cara kultur
Media untuk pengembangan/pembuatan starter biofloc (bakteri
heterotfof) yang dibutuhkan antara lain :
-
Sumber karbon antara lain : dedek
halus,teerpung beras,tepung beras,tepung terigu,molase,dll
-
Sumber nitrogen antara lain : tepung
ikan,tepung kedelai,kaldu,urea,dll
-
Mineral : garam non iodium
-
Vitamin B kompleks
Contoh,formula
media yang umum digunakan ditambak dan cara pembuatanya.
Bahan
: dedak halus 3 kg,tepung ikan 1 kg,molase 2 liter,garam non iodium ½ kg,inokulen
yang mengadung Bacillus subtiis 2
liter,vitamin B kompleks 10 butir dan air 100 liter.
Cara pembuatan
media dan cara kultur
Sterilkan air secukupnya (150 liter).dengan menggunakan
kaporite 50 ppm tunggu 1 malam,tambahan sodium thiosulfat 25 ppm,aduk sampai
rata (aerasi kuat) untuk menetralkan kaporite,tunggu 1malam baru boleh
dipakai,lebih baik dicek dulu kandungan residu chlorine apakah sudah netral
atau masih ada sebelum air digunakan. Rebus air 15 liter dalam wadah
berkapasitas 25-30 liter. Setelah mendidih masukkan dedak halus dan tepung
ikan.aduk-adik selama 30 menit. Masukkan molase aduk sebentar,masukkan garam
iodium kemudian angkat dari pemanas.masukkan adonan tersebut ke dalam wadah
kultur (Tangki plastik atau fiber berkapasitas 120 liter) yang telah diisi air
steril 85 liter. Cek suhunya. Bila suhunya dibawah 40 0C,masukkan
inokulen bakteri probiotik yang
mengandung Bacillus dan tambahkan
vitamin B komplek,putar air dengan menggunakan pompa submersible kecil(pompa
untuk akuarium) atau digunakan aerasi yang kuat. Tutup wadah dengan menggunakan
penutup atau kain hitam. Tunggu hingga 2-3 hari (kepadatan bakteri min 1x 109
sel/ml).patau penurunan PH.bila PH
turun dibawah 6,5 lakukan penambahan larutan kapur secukupnya untuk menahan PH.
Jaga PH diatas 6 hingga selesai pembuatan starter.
3.4.Pembuatan dan pemeliharaan floc
didalam tambak
Mengubah senyawa organik dan anorganik yang mengandung
senyawa karbon (C),hidrogen (H),Oksigen (O),Nitrogen (N) dengan sedikit
available posfor (P) menjadi massa sludge berupa biofloc dengan menggunakan
bakteri pembentuk flocs (flocs forming bacteria) yang mensintesis biopolimer
polihidrosi alkanoat sebagai ikatan bioflocs.Bakteri pembentuk flocs dipilih
dari genera bakteri yang non panthogen,memiliki kamampuan mensintesis
PHA,memproduksi enzim ekstraseluler,memproduksi baktriosin terhadap baktei
pathogen,mengeluarkan metabolit sekunder yang menekan pertumbuhan dan
menetralkan toksin dari planton merugikan dan mudah dibiakan dilapangan.
Bioflocs yang terbentuk lebih jauh berfungsi bagi purifikasi
air tambak,dengan fungsi sebagai pengoksidasi bahan organik lebih lanjut,melangsungkannitrifikasi
,dan pembatas pertumbuhan plankton. Bahan organik yang digunakan berupa pakan
udang dengan proporsi C:N:P=100:10:1 sumber karbon tambahan dari kalsium
karbonat (kaptan). Sumber nitrogen tambahan dari pupuk ZA (Ammonium Sulfat) (Aiyushirota).
3.5. aplikasi biofloc di tambak
Sebelum tambak diisi air, tambak harus dibersihkan dan
disterilkan dengan cara disemprot chlorine (kaporite) untuk menghilangkan sisa-sisa
bakteri yang merugikan. Setelah siap, tambak diisi air hingga penuh (sesuai
ketinggian yang dikehendaki) dan dilakukan sterilisasi air dengan menggunakan
kaporite 30 ppm. Kincir dioprasikan untuk meratakan atau mengaduk kaporite
supaya merata kurang lebih 3-5 jam. Setelah itu matikan kincir hingga 24 jam.
Operasikan kembali semua kincir untuk menguapkan atau menetralkan senyawa chlor
yang masih ada. Bila ada ikan atau organisme lain yang mati segera diambil dan
kubur.
Lakukan pemupukan awal dengan menggunakan pupuk NPK
(15:15:15) 5 ppm atau ZA dan SP-36 dengan perbandingan 2:1 dosis 5 ppm untuk
menumbuhkan plankton. Jangan gunakan urea, karena akan merangsang perkembangan
blue green algae. Lanjutkan dengan pemberian dolomite dengan dosis 10 ppm tiap
3 hari sampai warna air terbentuk.Tebarkan starter biofloc dengan dosis 5 ppm
setiap hari. Setelah warna air (plankton) terbentuk, maka bakteri prebiotik
akan berkembang si lapisan air bagian bawah (dasar tambak). Sehingga pada suatu
saat akan terjadi persaingan ruang antara bakteri dengan plankton
(algae).Pemberian karbon organik (molase) dengan dosis 50 liter per ha 2 kali
seminggu untuk memacu perkembangan bakteri heterotrof dan pembentukan floc di
dalam tambak. Floc akan terbentuk dan plankton akan tergeser setelah kandungan
karbon organik (TOC) cukup tinggi atau mencapai 100 ppm. Pergeseran dari
dominasi plankton ke dominasi bakteri (floc) ditandai dengan banyaknya busa
halus berwarna putih menutupi permukaan air tambak.
Seiring bertambahnya umur dan meningkatnya konsumsi pakan
oleh udang, maka akan terjadi penumpukan senyawa N anorganik (amonia, nitrit
dan nitrat). Untuk itu, pemberin karbon organik harus ditingkatkan untuk
menaikan nilai C/N ratio. Ada beberapa alternatif sumber karbon organik selain
molase yaitu tepung terigu, tepung tapioka,tepung gaplek, gula pasir dan dedak
halus. Dengan perkiraan jumlah kandungan karbon sekitar 50% untuk yang
berbentuk tepung dan sekitar 24% untuk molase.
3.6. Penggunaan pupuk amonium, fosfat,
silikat
Pupuk anorganik umumnya digunakan di awal budidaya saat
persiapan air untuk menumbuhkan plankton. Dengan perbandingan N/P yang sesuai
di harapkan pkankton yang tumbuh adalah dari kelompok green alga (Chlorella, Nannochloropsis, Tetrasemis)
dan Diatom (Skeletonema, Chaetoceros,
Navicula, Cyclotella, Amphora) yang memberikan pengaruh pertumbuhan yang
baik bagi udang.pemberian pupuk silikat sangat diperlukan untuk menjaga agar
diatom tetap ada didalam air tambak.
Disamping itu,Si juga diperlukan oleh udang untk membantu mempercepatan
pergerasan kulit selain Ca. Namun setelah plankton cukup kepekatanya dan
komonitas akan bergeser kearah biofloc , maka fosfat tidak diperlukan
lagi.karena kebutuhan bakteri akan fosfat sanngat kecil. Bahkan setelah
komonitas mikroba dominan, orthofosfat
dalam air cenderung mningkat terus. Bila kondisi air didominasi plankton
, maka kandungan orthofosfat berkisar
20:% dari total fosfat yang ada. Sebalikna bila kondisi air didominasi
oleh floc maka kandungan orthofosfat dapat mencapai 80% dari fosfat dalam air.
Oleh karena itu pengikatan kelebihan fosfat sangat perlu untuk mencegah
dominasi BGA. Fosfat dapat dikurangi dengan cara diikat menggunakan bahan
tertentu seperti tawas,kaolin,nentonit,zeolite,kapur dan tanah liat.
Pupuk amonium atau yang lebih dikenal dengan pupuk ZA, (NH4)2SO4
saat-saat tertentu masih diperlukan. Pupuk ZA tidak saja bisa digunakan
untuk menumbuhkan plankton tetapi juga dapat digunakan untuk mengendalikan
jenis-jenis plankton tertentu. Banyak jenis-jenis plankton yang merugikan yang
dapat dikendalikan dengan menggunakan pupuk ZA. Alexandrium (dinoflagellata
yang menghasilkan racun saxitoxin) mati dengan pupuk ZA 3 ppm (setara 1 ppm NH4+),
primnesium, euglena, dan beberapa
jenis plankton blue green algae juga dapat dikendalikan dengan amonium sulfat (pupuk
ZA).
3.7. Pengapuran
Proses perombakan bahan organik baik secara aerob maupun
anaerob menghasilkan gas CO2 dan beberapa menghasilkan senyawa asam
organik. Akibatnya akan terjadi penurunan alkalinitass maupun PH. Untuk
mencegah penurunan alkalinitas dan PH dapat dilakukan pengapuran. Pengapuran,
disamping berguna untuk meningkatkan dan mempertahankan alkalinitas dan PH juga
dapat mengikat kelebihan fosfat sementara dalam air. Pengikatan fosfat
sementara dalam air berguna untuk mengendalikan /mencegah munculnya BGA secara
berlebihan.
Ada beberapa macam kapur yang bisa digunakan antara lain
kapur aktif (gamping) atau CaO, kapur tohor Ca(OH)2, kapur pertanian
CaCO3 atau dolomite CaMg(CO3)2. untuk
pengapuran digunakan kapur tohor Ca(OH)2 atau lebih kenal sebagai
kapur bangunan.
CO2+H2O+Ca(OH)2→CaHCO3
2H++Ca(OH)2→ Ca2++2H20
Pemberian kapur pada saat awal budidaya (sampai 1 bulan)
belum perlu dilakukan,setelah 1 bulan diberikan dengan dosis 5-10 ppm 1 minggu
1 kali. Setelah 2 bulan ditingkatkan dosis dan frekuensinya seiring dengan
bertambahnya umur dan konsumsi pakan. Namun pertimbangan utama yang harus
dilakukan dalam pemberian kapur baik dosis maupun frekuensinya adalah PH air
dan kandungan alkalinitasnya. Karena bila tidak terkendali alkalinitasnya bisa
turun hingga 40 ppm dan PH bisa mencapai 6,7.
3.8.
Pemberiankarbon organik melalui pakan
Pemberian karbon organik melalui pakan untuk meningkatjan
nilai C/N ratio pakan masih belum banyak dilakukan oleh penambak. Namun
akhir-akhir ini baru mulai ada beberapa petambak yang mencampurkan pakan dengan
molase dan dedak halus dan sebagian menggunakan tepung tapioka. Penambahan
karbon organik melalui pakan bertujuan untuk meningkatkan C/N ratio sehingga
amonia yang menghasilkan atau dibuang ke dalam lingkungan tambak bisa
terkendali. Besarnya karbon organik yang diperlukan untuk meningkatkan C/N
ratio pada pakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Avnimeleh, 1996) :
∆CH=(CP/6,25).W.(C/N)mic/%.(ζ)
∆CH = kebutuhan karbohidrat
CP = crude poin
6,25 = kostanta
W = prosentase N yang terbuang (50-70%)
(C/N)mic
= C/N ratio mikroba (4-6)
%C = kandungan (prosentase) karbon
(24-50%)
(ζ) = efisiensi sitesa protein (0,4-0,6)
Berdasarkan rumus diatas maka kebutuhan karbihidrat untuk
berbagai formula pakan dengan kadar protein bebeda dapat dilihat dalam tabel
berikut.
Tabel
3.1 kebutuhan karbohidrat untuk berbagai formula pakan dengan kadar protein
berbeda
Protein pakan (CP)
|
Kebutuhan karbohidrat (∆CH)
|
Protein pakan (CP)
|
Kebutuhan karbohidrat (∆CH)
|
Protein pakan (CP)
|
Kebutuhan karbohidrat (∆CH)
|
25%
|
40%
|
35%
|
56%
|
44%
|
70%
|
28%
|
45%
|
36%
|
58%
|
45%
|
72%
|
30%
|
48%
|
38%
|
61%
|
50%
|
80%
|
32%
|
51%
|
40%
|
64%
|
55%
|
88%
|
3.9. Permasalahan floc dan
penanggulangannya
-
Floc susah jadi
Ada beberapa penyebab sehingga floc susah jadi atau tidak
terbentuk diantaranya ada kemungkinan tidak terdapat bakteri pembentuk floc (yang
menghasilkan polimer PHA), kekurangan bahan organik terutama C, nilai C/N ratio
tidak sesuai, tambak sudah terlebih dahulu ditumbuhi lumut sutera (Chaetomorpha sp.).perlu ditinjau ulang
inokulan bakteri apa yang digunakan sebagai starter, jumlah pasokan C organik
ke dalam tambak dan penyesuaian nilai C/N ratio. Bila disebabkan oleh lumut
sutera, maka perlu diberi perlakuan dengan bakteri fotosintetik, memberikan
starter dengan dosis yang lebih tinggi hingga lumut sutera kehabisan nutrisi
karena persaingan. Saat persiapan, sisa-sisa lumut sutera harus dibersihkan dan
diberi perlakuan larutan asam (HCL 1 %) untuk membasmi spora-sporanya.
-
Biofloc ketebalannya berkurang (normal
10-20 cm) dan warna air mengarah ke hijau :
Hentikan pengenceran, tahan air selama 5-6 hari, aplikasikan
pupuk ZA 1 ppm setiap harinya untuk menekan pertumbuhan chrollera atau
aplikasikan pupuk ZA 5 ppm setiap harinya untuk menekan pertumbuhan blue green
algae. Pada hari ke 7 sirkulasi / pengenceran secara over flow dapat dilakukan
kembali (Aiyushirota).
-
Bioflocs ketebalannya berkurang (normal
10-20 cm sechi disk) dan warna air mengarah ke coklat merah :
Hentikan pengenceran tahan air selama 5-6 hari, aplikasikan
CaCO3 / kaptan 20 ppm setiap harinya dan 1-2 x treatment dengan
Kalsium peroksida. Pada hari ke 7 sirkulasi / pengenceran secara over flow
dapat dilakukan kembali (Aiyushirota).
-
Warna hijau biru (WGA) atau merah
(Dinoflagellata) tetap ada setelah 5-6 hari treatment :
Berlakunya pola sistem “minimal exchange water” terhadap tambak
tersebut, hindari pengenceran / sirkulasi. Penambahan air hanya dilakukan untuk
mengganti air yang hilang / susut akibat penguapan, perembesan dan susut air
akibat pembuangan lumpur rutin harian saja (Aiyushirota).
-
Floc terlalu pekat
Kurangi pakan hingga 30% dari konsumsi normal agar udang
makan sebagai floc. Lakukan beberapa hari sebagai ketebalan floc berkurang.
Cara seperti ini yang dilakukan oleh
McIntosh (2000).
-
Floc diikuti kematian udang
Ada beberapa kemungkinan penyebab, antara lain : adanya
serangan penyakit IMNV, LvNV, vibriosis. Kemungkinan faktor mutu air seperti
kekurangan DO (BOD sangat tinggi), floc terlalu kental dan sebagian mengendap
sehingga muncul gas H2S yang meracuni udang, floc didominasi algae
beracun atau bakteri pathogen (vibrio). Untuk itu, penerapan teknologi Biofloc
harus dilengkapi dengan fasilitas laboratorium seperlunya.
4.
BUDIDAYA UDANG VANAME SECARA INTENSIF DENGAN 4. 4. 4. 4. MENERAPKAN TEKNOLOGI BIOFLOC
PANDUAN
PEMBUATAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
4.1. PERSIAPAN
TAMBAK
4.1.1. Pembersihan Tambak
Setelah
selesai panen, tambak segera dibersihkan dari sampah – sampah, bangkai udang
dan lain-lain. Kuburkan atau bakar bangkai udang, bila ada.Peralatan : kincir
dan aerator lainnya, anco, skala meteran dan atribut tambak diangkat dari
tambak dan dibersihkan. Bila perlu setelah dibersihkan disterilkan dengan
kaporite 100 ppm.Bersihkan lumpur yang ada dan buang di tempat penampungan
limbah padat (lumpur).
4.1.2. Perbaikan Tambak
Perbaiki
bagian tambak yang ada kerusakan. Bagian dasar, pematang / tanggul, dan saluran
(baik in let maupun out let) serta pintu pemasukan maupun pintu panen dan
pembuangan tengah.
4.1.3. Pencucian dan Sterilisasi
Tambak
dicuci dengan menggunakan air laut atau air bersih yang ada dengan cara
disemprot dengan pompa 2 in sampai dasar dan pematang benar-benar bersih. Setelah
tambak benar-benar bersih, dilanjutkan sterilisasi tambak menggunakan kaporite
200 ppm untuk membersihkan bakteri dan spora yang menempel pada plastik atau
semen, dengan cara disemprot saat menjelang matahari terbenam (sore hari) agar
tidak cepat menguap karena panas matahari. Setelah itu tambak diistirahatkan
selama 2 hari.Waktu yang diperlukan : pembersihan tambak 1 hari, pembersihan
lumpur 3 hari, perbaikan tambak 2 hari, pencucian dan sterilisasi 3 hari. Total
9 hari.
*)
Pengeringan dan pengapuran tidak ada
karena bukan tambak tanah tetapi tambak plastik atau semen.
4.1.4. Pemasangan peralatan
Setelah
tambak dalam keadaan bersih dan steril, tambak siap dioperasikan kembali.
Peralatan dan perlengkapan tambak seperti aerator (kincir, turbo, supercharge
dan perlengkapannya), atribut tambak, skala meteran, screen (waring) dipasang
kembali seperti semula.
4.2. PERSIAPAN
AIR
4.2.1. Pengisian Air
Masukan
air laut dan air sumur bor ke dalam tambak melalui filter rangkap. Isi tambak
hingga 1,2 meter.
4.2.2. Sterilisasi
Sterilisasi air tambak dengan kaporite 30 ppm dan operasikan
selama 3-5 jam untuk meratakan kaporit dalam air tambak. Bila ada ikan atau
organisme lainnya yang mati segera ambil dan kuburkan atau musnahkan. Setelah
itu biarkan 1 minggu.
4.2.3. Pemupukan
Pada
hari ke-7 dilakukan pemupukan untuk mempercepat / memacu pertumbuhan phytoplankton. Phytoplankton yang
diharapkan adalah dari green algae atau diatom. Lebih baik bila diberi inokulan
plankton hasil kultur (misalnya Chlorella
dengan Chaetoceros atau Chlorella dengan Skeletonema). Dipilih 2 kelompok phytoplankton tersebut, karena
green algae memiliki kualitas air yang stabil dalam jangka waktu yang lama
sedangkan diatom memberi pengaruh terhadap pertumbuhan yang lebih cepat. Untuk
harus dilakukan pemupukan dengan komposisi yang sesuai.
Jenis
pupuk yang diberikan adalah NPK, Amonium Sulfat atau ZA, SP-36 dan silikat.
Komposisi pupuk diusahakan memiliki nilai perbandingan N/P ratio 20-30 : 1.
Tidak disarankan menggunakan pupuk urea. Bila menggunakan pupuk ZA dan SP-36
maka komposisinya adalah ZA 57,5 kg dan SP-36 3,25 kg per hektar dengan nilai
N/P ratio 23 : 1. Karena SP-36 yang dapat digunakan 24% maka jumlahnya ditambah
menjadi 2,2 kg per hektar. Sedangkan silikat (Na2SiO3)
yang diberikan sekitar 0,5 ppm atau 6 liter per hektar.
4.2.4. pemberian starter biofloc (Proboitik)
Untuk
mempercepat tumbuhnya biofloc di dalam tambak maka perlu diberi starter.
Starter floc dapat dibuat dengan cara mengkultur bakteri pembentuk floc. Sasal
satu jenis bakteri pembentuk floc adalah Bacillus
subtilis. Banyak pilihan probiotik yang kandungan jenis bakterinya adalah Bacillus subtilis yang beredar di
pasaran bebas. Probiotik yang mengandung Bacillus
subtilis (salah satu jenis bakteri yang terkandung dalam produk)
dikembangkan dengan media tertentu yang dapat mengembangbiakkan bakteri
heterotrof.
Salah
satu contoh komposisi media yang digunakan untuk mengembangbiakkan Bacillus
(oleh Fajril Kirom, praktisi tambak dari Sumbawa) adalah tepung beras / tepung
terigu 2 kg, tepung ikan 2 kg, molase 3 liter, bibit (Bacillus subtilis) untuk starter 4 liter, fermepan (yeast)100 gr,
air steril 180 liter. Bahan-bahan seperti tepung beras/tepung terigu, tepung
ikan, molase direbus terlebih dahulu sebelum digunakan untuk mengembangkan
bakteri. Selanjutnya bahan yang sudah durebus dengan air steril sebanyak 180
liter didalam wadah fermentasi kemudian diaerasi. Bila suhunya ≤ 45 °C yeast
dan starter bakteri (probiotik komersial) dimasukkan dan diaerasi 2 hari.
Pemberian aerasi (bakteri kultur) diberikan sebanyak 5 ppm setiap hari.
Pembibitan
Bioflocs secara kecil dilakukan secara in door, dalam wadah fermentasi tertentu
baik didalam drum atau bak fiber. Ke dalam air bersih (tawar atau asin)
ditambahkan pakan udang dengan konsentrasi 1%, berikut 1% nutrien bakteri yang
berupa campuran buffer pH, osmoregulator berupa garam isotonik, vitamin B1, B6,
B12, hormon pembelahan sel dan precursor aktif yang merangsang bakteri untuk
mengeluarkan secara intensif enzim, metabolit sekunder dan bakteriosin selama
fermentasi berlangsung (nutrien Bacillus
sp.) serta bibit bakteri baik dari isolat lokal atau bakteri produk komersial
berbasis Bacillus sp. yang pasti
diketahui mengandung paling tidakBacillus
subtilis, sebagai salah satu bakteri pembentuk bioflocs. Campuran diaerasi
dan diaduk selama 24-48 jam, diusahakan pH bertahan antara 6,0-7,2 sehingga
bacillus tetap pada fase vegetatifnya, bukan dalam bentuk spora dan PHA tidak
terhidrolisis oleh asam, sehingga ukuran partikel bioflocs yang dihasilkan
berukurab besar, paling tidak berukuran sekitar 100 µm (Aiyushirota).
4.2.5. Pemberian molase
Untuk
mempercepat perkembangan floc dalam tambak maka perlu tambahan karbon organik karena
pemberian pakan saat awal budidaya masih sangat sedikit. Sumber karbon yang
dapat digunakan adlah molase, tepung terigu atau tepung tapioka. Pemberian
molase sebagai sumber karbon untuk bakteri pembentuk floc diberikan dengan
dosis 50 liter per ha (setara 5 ppm) tiap minggu 2 kali pemberian.
4.3. PEMILIHAN
BENUR
Benur
yang baik sangat menentukan keberhasilan dalam budidaya. Oleh karena itu,
pemilihan benur yang bermutu harus dilakukan oleh petambak. Untuk mendapatkan
benur yang baik dapat dilakukan dengan penilaian terhadap benur. Penilaian
meliputi penilaiaan (pengamatan) secara visual,stress
test,mikrokopis,mikrobiologi dan PCR.
Sebagai
syarat utama benur yang diambil secara visual harus rata, aktif/melawan
arus,usus penuh,hepatopanceras berisi makanan, penampakan tubuh bersih ,bentuk
tubuh lurus (tidak ada bengkok), antena tidak membuka. Bebas vibrio harveyi
(luminescence) dan bakteri berbahaya, bebas parasite serta penyakit lainya. Dan
yang paling penting harus bebas virus WSSV, TSV, IMNV dan IHHNV yang disertai
dengan sertifikat bebas virus tersebut.
Disampng
bebas penyakit seebaimana disyatkan diatas, benur juga harus tahan terhadap
goncangan lingkungan yang dapata
diketahui dari hasil strees test terhadap bahan kimia tertentu (formaline) atau
salinitas.
4.4. PEMILIHAN
BENUR
Dalam
pengangkatan benur, ada beberapa hal yang harus diperhatikan . pertama , jarak
tempuh dan lamanya dalam transportasi. Kedua, sarana transportasi yang
digunakan (melalui udara atau darat). Ketiga, ukuran PL. Keempat, waktu
pengangkutan.Keempat hal tersebut harus dipertimbangkan dengan matang untuk
menentukan jumlah benur yang bisa tertampung dalam kemasan kantong plastik,
serta perlu tidaknya penurunan suhu dalam kemasan. Dalam hal ini, petambak
harus ikut berperan aktif menentukan cara pengangangkutan yang baik agar
kondisi benur tetap prima ketika diterima ditmbak dan harapannya SR nya bisa
tinggi. Untuk itu, waktu yang baik untuk pengangkutan malam hari maka tidak
perlu penurunan suhu. Bila jarak tempuhnya jauh atau waktu perjalanya lama maka
penurunan suhu dan pengurangan kepadatan benur dalam kemasan harus
dipertimbangkan. Terlebih lagi bila menggunakan angkuta udara yang biayanya
cukup tinggi maka kepadatan dan penurunan suhu serta ukuran PL yang lebih kecil
mutlak dilakukan.
Penebaran
benih dilakukan saat instensitas sinar matahati rendah (saat matahari terbenam
hingga pagi hari) dan cuaca terang ( tidak hujan). Benih dalam kantong plastik
yang tertutup diapung-apungkan dalam air tambak selama kurang lebih 15 menit .
kantung plastik diusahan terkupul disalah satu sisi atau pojo petakan tambak
dengan cara memberikan pembatas berupa tali, kayu atau bambu. Selanjutnya kantung plastik dibuka, diukur
salinitas,suhu dan pH airnya dan dibandingkan dengan suhu,salinitas dan pH air
tambak. Perbedaan suhu tida lebih daru 2oC, pH tidak lebih dari 0,5
dan salinitas tidak lebih dari promil. Selanjutnya air tambak dimasukkan
sedikit dei sedikit hingga parameter mutu air (suhu,salinitas dan pH) dalam
kantung hampir sama dengan mutu air tambak. Setelah itu, baru benur dikeluarkan
dari kantung plastik (ditebar) atau dibiar benur keluar dengan sendirinya.
4.5. PENGELOLAAN
PAKAN
4.5.1.
perkiraan kebutuhan pakan dan cara penyimpanan
Setelah tambak tebar benur, maka kebutuhan
pakan harus dihitung untuk mempermudah pemesanan pakan dan pengaturan stok
digudang. Jumlah pakan yang harus dipesa harus didasarkan pada jumlah tebar
benur, perkiraan size udang ketika penen, perkiraan survival rate dan konversi pakan atau FCR.
Misalnya
benur 1.000.000 ekor, size saat panen yang dikehendaki 60 ekor per kg, survival
rate 80% dan konversi pakan 1,4. Maka kebutuhan pakan secara keeluruhan adalah
=1.000.000
x 80% 1,4 : 60 = 18.667 kg
Selanjutnya
dirinci berdasarkan kebutuhan pakan per nomor. Setidaknya ada 5 sampai 6 nomor
pakan dengan bentuk, ukuran diameter maupun panjang pellet yang diginakan
selama masa budidaya udang. Tiap pakan memiliki ukuran yang berbeda-beda
sehingga bisa tidak sama kebutuhan tiap nomornya untuk merk pakan yang berbeda.
Untuk itu, harus menggunakan acuan dari merk pakan masing-masing yang dibuat
oleh pabrik yang memproduksinya.
Pakan
harus sudah tersedia beberapa hari sebelum digunakan. Oleh karena itu,
pemesanan harus disusaikan dengan kebutuhan. Pakan juga tidak boleh distok terlalu
lama. Penyimpanan pakan paling lama hanya 1 bulan, tidak boleh menyimpan pakan
lebih dari jangka waktu tersebut karena akan menurunkan mutu pakan. Demikian
pula penempatan pakan dalam gudang. Pkan yang baru datang tidak boleh dicampur
dengan pakan yang lama. Pakan yang lama harus dipakai atau dihabiskan lebih
dahulu.
4.5.2
Pemberian pakan berdasarkan tabel
Pada
saat awal baru tebar, benur masih sangat tergantung pakan alami yang ada di
tambak. Oleh karena itu, penumbuhan phytoplankton terutama diatom sangat
dibutuhkan untuk pakan alami udang. Akan lebih baik lagi bila dapat ditumbuhkan
zooplankton atau yang biasa disebut kutu air (seperti rotifera, cladocera, dan
copopoda).
Pakan
dalam bentuk tepung diberikan menurut kebutuhan berdasarkan perhitungan matematik
dan disajikan dalam tabel. Pemberian pakan berdasarkan perhitungan dilakukan
hingga pakan di anco dapat di kontrol. Patokan yang digunakan biasanya hingga 1
bulan. Karena pemberian pakan berdasarkan tabel yang sudah ada maka disebut
juga “blind feeding”.
4.5.3
Kontrol anco
Setelah
udang mau naik di anco dan mau menghabiskan pakan di anco, maka pemberian pakan
harus di dasarkan atas habisnya pakan yang diberikan di anco. Anco yang dipakai
umumnya berbentuk persegi dengan ukuran 100 x 100 cm2 atau 80 x 80
cm2. Namun ada juga yang menggunakan anco berbentuk lingkaran dengan
diameter 80 cm.
Jumlah
pakan yang diberikan dalam anco serta jumlah anco dalam petakan
tambakdidasarkan atas pengalaman dan uji coba dari para praktisi. Tambak dengan
luasan 3000 – 5000 m2 biasanya menggunakan anco sebanyak 4 buah yang
dipasangpada tiap sisi pematang. Untuk tambak yang luasan lebih dari 5000 –
8000 m2 jumlah anco yang digunakan 6 – 8 anco.
Bila
udang telah mencapai ukuran 2 gram atau lebih, maka kebutuhan pakan per hari
dapat dihitung berdasarkan perkiraan biomass udang, berat udang (MBW) serta
perkiraan SR. Semakin besar ukuran udang maka kebutuhan pakan per berat tubuh
udang semakin menurun. Kebutuhan pakan berdasarkan berat tubuh dinyatakan
sebagai feeding rate.
4.5.4. Pemberian pakan berdasarkan hasil cek anco dan
pengamatan warna usus udang
Bila
udang sudah dapat menghabiskan pakan di anco, maka pemberian pakan lebih di
dasarkan atas habis / tidaknya pakan di anco. Bila pakan di anco cepat habis
maka jumlah pakan yang diberikan berarti kurang dan harus ditambah. Bila pakan
habis tetapi udang di anco sangat banyak berarti pakan baru saja habis dan
belum perlu ditambah. Bila pakan masih ada maka pakan harus dikurangi /
diturunkan.
Kadang-kadang
ada kecenderungan pakan selalu habis ketika dikontrol meskipun prosentasenya
ditambah. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi antara lain, posisi anco tidak
tepat, arus terlalu kuat sehingga banyak yang kena arus, cara pemberian pakan
di anco yang tidak benar (faktor SDM). Sebaliknya pakan di anci tidak pernah
habis meski prosentase di turunkan padahal yang lain habis. Ada beberapa
penyebab antara lain, kondisi dasar kotor banyak endapan lumpur, daerah mati
tidak ada arus sehingga oksigen rendah, anco yang berbeda (anco baru),
peletakan anco atau pemberian pakan di anco yang tidak tepat.
Kelemahan
penggunaan anco sebagai acuan dalam pemberian pakan antara lain :
-
Ketika suhu lingkungan (air) mencapai
30°C atau lebih, pakan di anco cenderung cepat habis. Meskipun diikuti dengan
menambahkan pakan secara berlebih. Sehingga FCR bisa tinggi bila tidak
dikendalikan dengan baik. Hal ini disebabkan terjadi over feeding yang susah
dikontrol.
-
Demikian juga pada saat suhu rendah
atau udang terinfeksi penyakit. Pakan di anco cenderung tidak mau habis. Bila
diikuti maka pertumbuhan udang akan lambat.hal i ni bisa terjadi karena
pemberian pakan kurang (under feeding).
Pengamatan warna usus
Sebagai
pembanding dapat dilakukan dengan memonitor terhadap usus udang. Udang yang
makan pellet warna ususnya coklat/ coklat muda, sedangkan bila makan pakan
alami (klekap, detritus) warna ususnya kehitaman. Bila warna usus berbeda
artinya udang makan kedua-duanya. Dalam kasus, terdapat udang yang sebagian
atau seluruh usus kosong, ada kemungkinan udang tersebut terinfeksi penyakit.
Upaya meningkatkan efisiensi pakan merupakan hal yang sangat penting, karena
dapat menekan biaya. Hampir 50% total biaya adalah untuk pakan.
Pengamatan
warna usus bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian pakan berlebihan (over
feeding) atau terlalu ketat (underfeeding). Pengamatan warna usus sebagai
pembanding pada manajemen pakan untuk udang vannamei, telah dilakukan di China
dengan menerapkan tabel yang telah dibuat oleh Universitas Katsersat. Caranya
udang dijala dan diambil 100 ekor dari beberapa tempat, kemudian diamati warna
isi ususnya sesuai dengan penjelasan di atas untuk waktu 1,1½, 2, 2½ jam
setelah pemberian pakan dan 1 jam sebelum pakan berikutnya (Ching, 2011).
Hasilnya, ternyata bisa meningkatkan efisiensi akan. Sedangkan standar untuk
menentukan apakah pakan sudah sesuai, berlebih atau kurang dapat dilihat pada
tabel 8.
4.5.5. pergantian ukuran pakan
Pemberian
pakan harus disesuaikan dengan ukuran udang. Butiran pakan harus sesuai dengan
ukuran capit dan mulut udang. Bila butiran pakan terlalu besar, maka udang
tidak bisa mengambil pakan. Sebaliknya bila ukuran pakan terlalu kecil maka
waktu makan udang menjadi lebih lama. Oleh karena itu, saat tertentu harus
dilakukan oplosan pakan saat akan mengganti ukuran pakan ke nomor (ukuran) yang
lebih besar.
4.5.6. Pemberian feed adiktif/ supplement
Untuk
menjaga kondisi kesehatan udang agar selalu sehat dan tidak mudah terserang
penyakit maka saat tertentu perlu ditambahkan feed supplement/ adiktif. Supplement
yang sering ditambahkan melalui pakan antara lain: vitamin, immunostimulan dan
probiotik.
4.5.7. vitamin
Jenis
vitamin yang ditambahkan pada pakan udang antara lain vitamin C, E, Vitamin B
kompleks, multivitamin lengkap. Dosis pemberiannya bervariasi tergantung
kandungannya dan keperluannya caranya, vitamin dilarutkan dengan air bersih
baru kemudian dicampurkan pada pakan. Tunggu sebentar biar meresap. Vitamin C
memiliki fungsi spesifik sebagai anti stres, sedangkan vitamin E dapat
meningkatkan kesuburan dan daya tahan.
4.5.8. immunostimulan
Pemberian
immunostimulan bertujuan untuk merangsang kekebalan udang terhadap penyakit.
Immunostimulan yang umum dipakai adalah derivat dari dinding sel bakteri dan
ragi (Lipopolysaccharida, peptidoglycan, beta glucan, mannan). Masih sedikit
yang memanfaatkan derivat di dinding sel algae (fucoidan). Dosisnya
berbeda-beda tergantung jenisnya. Setiap perusahaan yang memproduksi
immunostimulan memiliki aturan pemekaian yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
harus ada aturan yang jelas, termasuk hasil uji cobanya. Ada dosisnya 1 gr/kg
pakan dan ada yang 1-2 ml/kg pakan sedangkan waktu pemberian dilakukan di awal
hingga menjelang panen, ada yang 1 minggu diberi 1 minggu tidak, ada yang tiap
hari, ada yang selang 2 hari, dan lain-lain. Oleh karena itu, harus
diperhatikan petunjuk yang ada pada kemasan atau brosur obat.Sebagian lagi
dengan memanfaatkan seperti ekstrak herbal, meniran, kunyit, bawang putih, temulawak,
kencur, mengkudu, dan lain-lain.
4.5.9. lain-lain
Bahan
lain yang dicampurkan melalui pakan antara lain minyak cumi, minyak ikan
sebagai daya tarik (attractan), sekaligus sumber asam lemak tidak jenuh dan
perekat.
4.5.10. penambahan karbon organik melalui
pakan
Penggunaan
karbon organik (tepung kanji), tetes atau grain pellet untuk menambah sumber
karbon untuk meningkatkan nilai C/N ratio pakan.Pada umumnya pakan yang
digunakan untuk budidaya yang menerapkan teknologi biofloc kandungan proteinnya
berkisar 32-38 %. Hal ini sangat berpotensi menghasilkan amonia yang dilepas ke
dalam air. Karbohidrat ditambahkan di dalam pakan dengan tujuan untuk mencegah/
menetralkan amonia. Jumlah karbohidrat (dengan kandunagn C 50 %) untuk
kandungan protein 32-38 %.
4.5.11. floc sebagai makanan tambahan
Floc
memiliki niali gizi yang cukup baik tetapi masih kurang lengkap. Oleh karena
itu floc boleh dimanfaatkan sebagai makanan tambahan. Untuk memanfaatkan floc
sebagai makanan dapat dilakukan dengan memotong jumlah pakan yang diberikan
pada udang pada saat-saat floc dalam tambak cukup pekat. Dengan cara demikian
maka penggunaan pakan lebih efisien.
4.6. PENGELOLAAN
AIR DENGAN SISTEM FLOC
Sistem
pengelolaan air dalam budidaya udang ada beberapa macam salah satunya adalah
dengan sistem floc. Sistem ini merupakan pengembangan dari penerapan dari
teknik pengolahan limbah yang biasa disebut “lumpur aktif”.sistem ini memiliki
keuntungan antara lain, tidak perlu banyak ganti air (sedikit ganti air), tidak
tergantung kondisi air di luar (biosecurity lebih ketat), tidak tergantung oleh
cuaca (sinar matahari), dan teknologi ini ramah lingkungan (limbah didaur ulang
menjadi makanan tambahan berupa floc). Beberapa perlakuan yang harus dilakukan
untuk membentuk floc dan cara pemeliharaannya agar mutu air stabil.
4.6.1. pemupukan
Pemupukan
bertujuan untuk menambah mineral (zat hara) tertentu untuk kebutuhan
pengembanagn plankton yang menguntungkan. Disamping itu, pemupukan juga
diharapkan mengendalikan plankton merugikan (blue green algae, dinoflagellata)
dan merangsang pengembangan bakteri pembentuk biofloc. Floc bakteri lebih
menghendaki C/N ratio 12 (ideal 15-20). Sementara N/P rasio lebih dari 20. Green
algae dan diatom menghendaki nilai N/P ratio 20-30 : 1. Bila N/P ratio kurang
dari 10 maka blue green algae dan dinoflagellata akan mudah berkembangbiak.
Beberapa jenis plankton tersebut bila P tinggi dan N rendah berarti N sebagai
faktor pembatas, maka plankton tersebut akan menggunakan N dari udara. Jenis
pupuk N yang digunakan sebaiknya dalam bentuk amonium misalnya ZA, NPK. Dosis
dan caranya sudah diuraikan. Jangan gunakan urea untuk mencegah dominasi blue
green algae. Sekali lagi, penggunaan urea untuk menambah unsur N tidak
disarankan. Blue green algae (BGA) merupakan plankton yang menghasilkan enzyme
urease sehingga dapat menggunakan urea secara langsung. Penggunaan pupuk urea
dikhawatirkan akan merangsang perkembangan BGA di dalam air tambak.
4.6.2. pemberian starter biofloc
Starter
biofloc diberikan sejak persiapan air setiap pagi hari dengan dosis 5 ppm.
Pembuatan starter biofloc yang berasal dari produk probiotik komersial yang
dapat menghasilkan biofloc juga telah diuraikan di atas. Untuk menunjang
perkembangan biofloc maka aerasi dan pengadukan harus cukup agar bahan organik
teraduk dalam kolom air dan diurai oleh bakteri heterotrof aerob dan membentuk
biofloc. Namun pembentukan biofloc perlu waktu yang cukup karena pada awal budidaya pakan yang
digunakan masih sedikit.
Pemberian
starter biofloc dapat dikurangi dosis atau frekuensinya bila biofloc sudah
cukup pekat. Bila biofloc sudah terbentuk maka pH air cenderung menurun atau
lebih rendah daripada pH air laut dan
goncangan pH pagi-sore sangat rendah atau kurang dari 0,3. Kepekatan biofloc
bila diukur dengan secchi dish kecerahannya berkisar 10-20 cm saja.
4.6.3.
pemberian karbon organik
Pemberian
karbon organik (molase, tepung terigu, tepung tapioka) berfungsi untuk
meningkatkan total karbon organik yang dapat memacu pekembangan biofloc. Karbon
organik molase dapat diberikan dengan dosis 5 ppm tiap 3 hari sekali untuk
meningkatkan nilai C/N ratio dan memacu perkembangan mikroba termasuk bakteri
pembentuk floc. Pemberian karbon organik molase disesuaikan dengan pH air,
total organik karbon serta kandungan nitrogen anorganik (amonia, nitrit,
nitrat). Pemberian karbon akan mempercepat perkembangbiakan bakteri sehingga CO2
dalam air meningkat dan pH, pH dan alkalinitas menurun. Pemantauan pH dan
alkalinitas harus dilakukan secara rutin. pH dan alkalinitas yang rendah akan
menyebabkan pembentukan kulit terhambat (lama).
4.6.4. perlakuan kapur
Efek
perkembangan biofloc adalah penurunan alkalinitas secara terus-menerus serta
penurunan pH. Perlakuan pengapuran harus dilakukan secara rutin tergantung dari
alkalinitas dan pH. Dosis pengapuran berkisar 10-20 ppm dan dilakukan tiap 7
hari sekali saat awal dan semakin sering (hingga 3 hari sekali) setelah udang
mencapai 2 bulan atau lebih. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur tohor
Ca(OH)2 yang terlebih dahulu dilarutkan dalam air, kemudian ditebar secara
merata. Perlakuan dengan kapur tohor bila tujuannya untuk meningkatkan pH
berkisar 10 ppm. Sedangkan jenis kapur yang digunakan untuk meningkatkan
alkalinitas adalah kaptan (kapur pertanian) atau dolomite dengan dosis 10-15
ppm. pH air harus dijaga paling rendah 6,8
dan sore 7 dan alkalinitas diusahakan lebih dari 60 ppm terutama setelah kolom
air didominasi biofloc.
4.7. PEMANTAUAN
KONDISI KESEHATAN UDANG DAN LINGKUNGAN SERTA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
PENYAKIT
Kejelian
dalam memantau kondisi kesehatan udang
oleh para teknisi atau pembudidaya sangat diperlukan. Hal ini sangat
penting kaitanya dengan adanya serangan penyakit dan cara penanggulangan. Bila
terlambat mengetahui bahwa udang sudah terserang penyakit maka bisa berakibat
fatal atau gagal produksi.
4.7.1
pemantauan kesehatan udang
Pemantauan
kesehatan uadang dapat dilakukan secara langsung dilapangan maupun melalui
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan kondisi kesehatan udang secara langsung
dilapangan meliputi :
-
Pemantauan terhadap nafsu makan
udang-udang
Udang
yang sehat memiliki nafsu makan yang kuat. Sebaliknya bila strees atau sakit
maka nafsu makanya menurun. Bila nafsu makanya menurun harus diperiksa
parameter mutu air (osigen, amonia, pH, plankton, suhu, bakteri vibrio, dll),
serta ambil sample udang untuk diperiksa dilaboratorium. Kejadian moulting
masal juga bisa meyebabkan nafsu makan menurun. Demikian juga perlakuan
tertentu yang meyebabkan goncangan mutu air.
-
Pengamatan terhadap hepatopancreas
maupun usus udang
Pengamatan
kondisi hepatopancreas maupun udang biasanya dilakukan saat kontrol anco. Udang
yang sehat hepatopancreas penuh dan ususnya berisi penuh sampai kebelakang.
Pengamatan yang lebih baik adalah dengan menjala udang ditambak kira-kira 2-3
jam setelah pemberian pakan. Uadang yang tertangkao diamati hepatopancreas dan
ususnya. Selanjutnya udang yang pencernaanya kosong atau berisi tapi sedikit
dihitung prosentasenya.
-
Pengamatan terhadap kotoran udang
Udang
yang sehat kotornya tebal dan panjang. Berwarna coklat atau kehitaman
tergantung dari yang dimakan. sedangkan udang yang sakit atau ada gejala sakit
kotoranya pendek, mudah hancur, atau keputih-putihan. Bila udang makan pelet,
warna hepatopancreasnya kecoklatan. Sedangkan bila makan ditritus didasar warna
akan kehitaman. Bila makan lumut atau blue green (Sprirulina) maka warnanya
hijau dan bila makan cacing warnanya kemerahan. Kadang-kadang ditemukan kotoran
udang yang berwarna pitih mengambang dipermukaan air. Ini biasanya kotoran
udang yang sakit dan tidak mau makan.
-
Pengamatan terhadap kondisi tubuh udang
Pengamatan
kondisi tubuh udang meliputi bagian permukaan tubuh udang. Udang yang sehat
permukaan tubuhnya bersih, mengkilat dan licin. Sedang udang yang kurang sehat,
tampak kusam, ada penempelan dan tidak bersih. Penampakan warna yang tidak
normal sepaerti ada bercak hitam, bercak putih, warnanya kemerahan menunjukan
bahwa udang ada masalah (kemungkinan terserang penyakit)
-
Serta tingkah laku udang ditambak
Sebagai
hewan nocturnal maka udang aktif didasar atau keluar pada malam hari. Adanya
udang yang berenang dipermukaan pada siang hari, atau menempel ditepi pematang
menunjukan bahwa udang tidak sehat. Demikian juga bila udang konvoi (berenang
dalam jumlah banyak) berarti udang dalam masalah. Sedangkan pemeriksaan
kesehatan di laboratorium meliputi pemeriksaan parasit (ektocomensal), bakteri
yang menempel di permukaan tubuh, kondisi insang udang (adanya protozoa)
hepatopancreas udang (adanya vibrio terutama vibrio harveyi). Pemeriksaan PCR
bila diperlukan.
4.7.2.
sampling
Sampling
adalah kegiatan rutin yang dilakukan dalam budidaya dengan cara menangkap udang
sebagian untuk ditimbang dan diperiksa sehingga bisa mendapatkan gambaran
kondisi udang didalam tambak yang meliputi pertumbuhan udang serta kondisi
kesehatan udang.
4.7.3.
pemantauan pertumbuhan
Untuk
mengetahui pertumbuhan udang, maka udang di tangkap dengan jala kemudian
dilakukan penimbangan, selanjutnya jumlah udang di hitung dan berat rata-rata
udang dapat diketahui. Berat rata-rata udang dibandingkan dengan berat rata-rata
pada sampling sebelumnya sehingga diketahui pertumbuhan rata-rata per hari atau ADG (Average Daily Growth). Bila nilai
ADG antara 0.17 – 0,2 gr per hari berarti cepat dan bila antara 0,13 – 0,15
berarti lambat dan bila kurang dari 0,12 berarti pertumbuhan jelek.
Udang
yang sehat memiliki pertumbuhan yang baik yaitu 0,17 atau lebih. Tetapi udang
yang kurang sehat atau kondisi lingkungannya yang kurang baik maka
pertumbuhannya akan lambat. Pertumbuhan
yang lambat juga erat hubungannya dengan mutu pakan.
4.7.4.
Pemantauan kesehatan secara visual
Udang
yang tertangkap saat sampling, harus diamati kondisi tubuhnya, sebagaimana juga
dilakukan saat pemantauan harian. Pengamatan terhadap kelincahan udang, dan
perubahan warna akibat perlakuan sampling. Biasanya udang yang kurang sehat
warnanya cepat menjadi pucat dan cepat menjadi kram pada beberapa ekor udang.
Bila kekurangan oksigen atau dasar kotor kaki udang akan berwarna kemerahan dan
warna daging udang akan cepat pucat (putih opaque). Bila bagian kulit udang
(chitin) ada bercak atau garis-garis hitam yang biasa dinamakan scrath biasanya
kandungan vibrio dalam air cukup tinggi.
4.7.5.
Pemantauan kesehatan secara laboratorium
Disamping
dilakukan pengamatan visual dilapangan maka beberapa ekor udang yang diduga ada
masalah perlu dilakukan pengamatan secara laboratorium. Laboratorium mini
sangat di perlukan dalam tambak udang. Terlebih lagi bila menerapkan teknologi
biofloc. Pemeriksaan kesehatan udang yang dapat dilakukan dalam laboratorium
mini antara lain:
- Pengamatan
bagian ingsang udang
- Isi
usus udang
- Bagian
hepatopancreas
- Serta
bagian kaki renang dan uropod (ekor udang)
Dari
pengamatan terhadap ingsang, kaki dan ekor udang dapat diperoleh hasil seperti
adanya perubahan warna (pigmentasi) menjadi kehitaman (melanisasi) atau
kemerahan, organisme penempel/epicommensal (protozoa, jamur, algae, dan bakteri
filament). Isi usus dan hepatopamcreas bisa diperoleh adanya kandungan vibrio
(dengan media TCBS) atau baculovirus dengan pewarnaan MG dan diamati di bawah
mikroskop.
4.7.6.
Perlakuan
Perlakuan
diberikan bila terdapat suatu masalah baik udang maupun lingkungannya.
Perlakuan terhadap lingkungan (air dan dasar) dapat berupa perlakuan fisik (
Penambahan kincir, ganti air, sifon) ,perlakuan kimiawi (pengapuran, pemupukan,
molase maupun desinfektan )serta perlakuan biologi dengan memberikan probiotik
dan tranfer plankton yang menguntung. Semua perlakuan tersebut bertujuan untuk
memperbaiki kondisi mutu air agar udang meliputi pemberian immonostimulant,
vitamin, minyak cumi, probiotik, herbal (jamu) diberikan dengan tujuan untuk
menjaga agar kondisi udang tetap sehat dan tidak mudah terserang penyakit.
Penggunaan
segala jenis antibiotik telahdilarang karena akan berdampak pada mutu udang
yang dihasilkan. Pemeriksaan antibiotik oleh pihak pembeli diluar negeri sangat
ketat, yaitu dengan menggunakan alat yang disebut LC MS/MS yang dapat membaca
kandungan antibiotik maupun residunya hingga
1 ppb ( atau 1 mg obat per ton udang). Oleh karena itu, menjaga esehatan
udang jauh lebih penting dari pada mengobati
4.8. PANEN
UDANG
Pada
umunya budidaya udang dilakukan hingga 4 bulan atau 120 hari. Namun demikian
ada juga yang melakukan panen lebih dari 4 bulan dan ada pula yang kurang dari
4 bulan dengan alasan-alasan tertentu.
4.8.1.
Penentuan panen
Panen
udang dilakukan dengan pertimbangan umur (umurnya sudah mencapai 120 hari0,
harga (kondisi harganya sesuai atau harga udang mau turun), size udang (size
tertentu memiliki harga bagus), atau panen karena faktor penyakit (panen belum
waktunya). Sebelum pelaksanaan panen, petambak harus mencari pembeli udang
untuk negosiasi harga. Bila sudah ada kesempatan baru panen dilaksanakan. Waktunya
ditentukan oleh pembeli.
4.8.2
Persiapan panen
Yang
perlu disiapkan berkaitan dengan pelaksanakan penen udang antara lain :
-
Persiapan tenaga
Jumlah
tenaga harus mencukupi, seimbang dengan jumlah tonase udang, jumlah tenaga
panen harus sesuai dengan jumlah tenaga bagian sortir. Bila tenaga panen
terlalu sedikit maka proses panen akan berjalan lambat dan mutu udang akan
menurun. Sebaliknya bila tenaga panen mencukupi tetapi tenaga sortirnya kurang
maka akan terjadi penumpukan udang yang sudah diangkat dari kolam, sehingga ada
kemungkinan udang menjadi rusak karena keterlambatan penanganan.
-
Persiapan panen
Alat
panen harus disiapkan, pastikan bahwa alat panen harus selalu dalam keadaan
bersih sebelum digunakan. Peralatan yang digunakan untuk panen antara lain :
alat tangkap (jala kurung/jaring kondom,jaring listrik atau mini trawl, jala
lempar, sudu/sotok.dll), alat pengangkur (wadah drum plastik, keranjang, dan
lain-lain),timbangan untuk menimbang udang dan tempat penampungan air bersih
dan es. Sedang meja sortir, keranjang untuk sotir dan penimbangan , meja
stainless steel, es serta kebutuhan untuk pengemasan dan pengangkutan biasanya
dipenuhi oleh pihak pembeli.
-
Persiapan tempat penyortiran
Tempat
sortir harus dibersihkan sebelum digunakan untuk kegiatan untuk kegiatan
sortir/panen. Tempat sortir harus disemprot air sampai bersih kemudian disiram
chlorine agar steril. Di biarkan kering dan menjelang digunakan dibilas lagia
dengan air bersih.
-
Persiapan air bersih
Untuk
pencucian udang hasil panen, perlu dilakukan dengan menggunakan air bersih yang layak sebagai bahan baku air
minum. Tidak mengandung logam berat (Cd, Hg, Pb, As), bahan pencemar (detergen,
pestisida/insectisida), dll. Demiakian juga dengan mutu es nya. Bahan baku es
nya harus layak sebagai bahan baku air minum.
-
Persiapan es, Transportasi, tenaga
sorting dan packing
Pihak
pembeli biasanya menyiapkan es untuk pengemasan udang berikut mobil truk untuk
transportasi serta tenaga sortir dan packing.
4.8.3.
Pelaksanaan panen
Pelaksanaan
panen harus dilakukan saat cuaca tidak panas. Jadi sebaiknya mulai pada sore
hari menjelang matahari tenggelam hingga pagi hari, karena udang akan cepat rusak.
Mula-mula air dikurangi secukupnya. Udang yang tertangkap dimasukan ke dalam
wadah kantong atau keranjang yang di beri tutup dan selanjutnya diangkut dan di
bawa ke tempat sortir. Bila kostruksi tambaknya bagus maka udang akan habis
bersamaan dengan habisnya air. Tetapi bila konstruksinya tidak bagus, air kolam
dikeluarkan dengan menggunakan pompa. Bersamaan dengan itu, udang ditangkap
dengan menggunakan alat tangkap sudu,
jala listrik, trawl, atau jala lempar hingga udang habis dan tambaknya kering.
4.8.4
penanganan udang
Udang
yang diangkut dari tambak, sebaiknya di tempat sortir dilakukan pencucian
dengan menggunakan air bersih. Udang dibersihkan dan dipisahkan dari kotoran
selanjutnya dipisahkan antara udang yang baik, moulting undersize dan ditaruh
dalam keranjang. Selanjutnya dilakukan penimbangan (dan penelupan obat). Dan
udang langsung dimasukan dalam bak viber serta di beri es secukupnya.
0 comments:
Post a Comment
Mohon Saran dan Kritik yang membangun, terima kasih ...