3. Penerapan Teknologi Biofloc
3.1 Persiapan tambak dan peralatan
Sebelum
teknologi biofloc diterapkan di tambak maka terlebih dahulu segala kebutuhan
yang menunjang keberhasilan teknologi tersebut harus dipersiapkan dengan baik.
Persiapan meliputi sarana tambaknya beserta perlengkapan peralatan yang
diperlukan, kebutuhan energi serta kesiapan sumberdaya manusianya. Untuk itu,
perlu adanya pelatihan khusus kepada tenaga yang akan menanngani tambak
tersebut.
Tambak
yang akan digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain, tambak
harus bisa menampung air, tidak bocor atau merembes, tambak dilapisi plastik
HDPE atau semen. Untuk tambak tanah, tipe tanah harus keras, berpasir dan bukan
tipe lumpur yang mudah terkikis bila terkena arus kincir. Dasar dan pematang
tanah yang mudah terkikis arus akan menyebabkan air cepat keruh karena suspensi
tanah sehingga floc tidak bisa berkembang dengan baik. Disamping itu, kita akan
mudah terkecoh. Yang tampak seperti floc yang sudah terbentuk tetapi
sesungguhnya adalah partikel tanah yang melayang dalam kolom air. Jadi,
teknologi biofloc kurang tepat diterapkan pada tambak yang kondisinya demikian.
Agar
produksitivitasnya lebih baik dan kualitas air lebih stabil, sebaiknya tambak
diusahakan lebih dalam agar dapat ditebar lebih banyak. Kedalaman tambak
minimal 120 cm dan boleh lebih dalam lagi hingga 2,5 atau 3 meter yang penting
teknik aerasi dan pengadukannya bisa menjangkau hingga kedalaman tersebut.
Disamping itu, tambak harus dilengkapi dengan pembuangan tengah (central drain)
untuk mengeluarkan endapan kotoran sewaktu-waktu.
Untuk
menunjang agar pembuangan tengah bisa efektif maka penempatan kincir harus
sedemikian rupa sehingga membentuk arus memutar dan bbisa menggerakkan kotoran
ke tengah. Untuk itu jumlah kincir atau aerator harus mencukupi untuk menjaga
agar oksigen selalu tinggi disemua tempat dan air harus dalam kondisi selalu
bergerak agar bahan organik tidak cepat mengendap. Daerah mati harus diusahakan
sedemikian rupa agar seminim mungkin. Bila perlu daerah mati ditiadakan dengan
penempatan aerator yang tersebar di seluru bagian tambak tetapi tetap
memperhatikan arah arus harus tetap memutar. Jumlah aerator yang dipasang harus
sesuai dengan kebutuhan. Harus dikombinasikan antara kincir (paddle whell),
long arm, aspirator (turbo jet). Akan lebih baik lagi bila dipasang blower atau
super charge yang dapat diatur lokasi pengeluaran udaranya dari dasar tambak
dan menyebar di semua area. Kebutuhan semua aerator untuk 1 hektar tambak antara
30- 60 hp, tergantung umur dan kepadatan udang di dalam tambak. Oksigen
terlarut harus dijaga agar tetap di atas 4 ppm di semua tempat (termasuk daerah
yang paling lemah arusnya).
Dengan
adanya kebutuhan aerator yang banyak untuk menunjang teknologi biofloc maka
kebutuhan energi juga harus disesuaikan. Baik energi yang berasal dari PLN
maupun diesel atau genzet. Kapasitas genzet sebaiknya sesuai dengan kebutuhan.
Jadi perlu ada 2 atau lebih genzet yang memiliki kapasitas yang berbeda bila
dibutuhkan energinya lebih sedikit maka bisa menggunakan genzet yang
berkapasitas lebih kecil dan juga sebaliknya.Agar penggunaan energi/ bahan
bakar bisa lebih efisien.
Mengingat
tidak adanya jaminan bahwa tidak ada daerah mati atau bahan organik/ kotoran
yang mengendap, maka harus dipersiapkan alat untuk membersihkan dasar tambak
yaitu sifon. Kotoran yang mengendap di dasar dibersihkan alat sifon. Biasanya
pengerjaan sifon dilakukan pada umur udang mencapai 2 bulan. Alternatif lain
untuk mencegah munculnya gas beracun adalah dengan menggunakan probiotik yang
sesuai.
3.2. Memilih jenis bakteri probiotik
Bakteri
probiotik merupakan bahan yang sangat dibutuhkan dalam penerapan sistem
budidaya dengan sedikit/ tanpa ganti air. Bakteri probiotik komersial banyak
dijual di pasaran sehingga petambak tidak perlu menyiapkan sendiri inokulan
yang diperlukan karena biayanya cukup mahal. Namun untuk tambak yang memiliki
perlengkapan laboratorium dan tenaga ahli (mikrobiologi), tidak ada salahnya
bila membuat isolat sendiri karena isolat lokal biasanya lebih adaptif daripada
isolat dari luar (pasaran bebas).
Jenis
bakteri yang dipilih harus sesuai dengan kebutuhan. Salah satu jenis bakteri
yang dapat membentuk floc karena dapat menghasilkan polimer PHA dan mengurai
protein yang handal adalah Bacillus
subtilis. Jenis bakteri ini banyak dijual di pasaran. Dan hampir semua
produk probiotik yang dijual mengandung Bacillus
subtilis. Bila menghendaki bakteri pembentuk floc yang lain bisa dipilih
jenis Bacillus cereus. Disamping
mampu membentuk floc bakteri ini dapat mengendalikan blue green algae.
Selain
bakteri pembentuk floc, masih diperlukan isolat bakteri lain antara lain
bakteri denitrifikasi, yang mengubah nitrat menjadi gas nitrogen (Bacillus licheniformis), bakteri
pengoksidasi H2S (bakteri fotosintesis seperti Rhodopseudomonas, Rhodobacter) yang juga dapat menurunkan amonia
dan nitrat. Bakteri yang dapat menekan perkembangan bakteri pathogen (vibrio)
selain Bacillus subtilis (misalnya, Bacillus polymyxa, B. Megaterium,
Alteromonas, Lactobacillus). Bakteri nitrifikasi yang dapat mengoksidasi
amonia menjadi nitrit (Nitrosomonas dan
Nitrobacter). Dan masih banyak lagi
pilihan isolat bakteri yang bisa diperoleh sesuai dengan kebutuhannya.
3.3 Pembuatan starter / booster biofloc
Langkah
awal yang menentukan kesuksesan penerapan teknologi biofloc adalah pembuatan
starter atau booster biofloc. Pembuatan starter biofloc pada prinsipnya adalah sama
dengan teknik kultur masal bakteri atau yang sering disebut fermentasi oleh
para petambak. Ada sedikit perbedaan antara pembuatan starter biofloc dengan
teknik pembuatan fermentasi yang biasa dilakukan di tambak. Pada teknik kultur
masal yang biasa dilakukan di tambak lebih dititikberatkan pada jumlah bakteri
yang dihasilkan dari proses pembelahan selama kultur. Sedangkan pada pembuatan
starter biofloc lebih banyak penekanannya. Disamping jumlah bakteri, juga enzym
dan poly hidroksi alkanoat atau PHA (lebih specifik lagi polyβ-hydroksi butirat atau PHB) yang
dihasilkan harus terjaga agar tidak rusak karena penurunan pH maupun
kontaminasi mikroba perusak PHA. Untuk itu pH harus terjaga di atas 6 dengan
menambahkan buffer pada media kulturnya.
Dalam
pembuatan starter biofloc yang harus diperhatikan adalah peralatan, tempat,
media dan cara kultur.
-
peralatan kultur starter
biofloc
semua
peralatan yang dipakai harus disterikan terlebih dahulu. Bersihkan peralatan
dengan menggunakan detergen. Tahap berikutnya peralatan harus disterilkan
sesuai dengan bahanya.alat-alat yang memungkinkan, seperti erlenmeyer,petri
dish dll.distrelirkan dengan autoclaf. Untuk alat-alat seperti bak fiber ,ember
plastik dan lain-lain dapat disterilkan dengan menggunakan kaporite 500 ppm
-
tempat atau ruang untuk
pembuata starter biofloc
tempat
atau ruang yang digunakan untuk pembuatan starter harus bersih,telindung dari
angin (untuk menghindari kontaminasi) tidak boleh ada orang yang keluar
masuk,beraktivitas disekitarnya,dalam keadaan tertutup.
-
Media dan cara kultur
Media
untuk pengembangan/pembuatan starter biofloc (bakteri heterotfof) yang
dibutuhkan antara lain :
-
Sumber
karbon antara lain : dedek halus,teerpung beras,tepung beras,tepung
terigu,molase,dll
-
Sumber
nitrogen antara lain : tepung ikan,tepung kedelai,kaldu,urea,dll
-
Mineral
: garam non iodium
-
Vitamin
B kompleks
Contoh,formula media yang umum
digunakan ditambak dan cara pembuatanya.
Bahan : dedak halus 3
kg,tepung ikan 1 kg,molase 2 liter,garam non iodium ½ kg,inokulen yang
mengadung Bacillus subtiis 2
liter,vitamin B kompleks 10 butir dan air 100 liter.
Cara pembuatan media dan cara
kultur
Sterilkan
air secukupnya (150 liter).dengan menggunakan kaporite 50 ppm tunggu 1
malam,tambahan sodium thiosulfat 25 ppm,aduk sampai rata (aerasi kuat) untuk
menetralkan kaporite,tunggu 1malam baru boleh dipakai,lebih baik dicek dulu
kandungan residu chlorine apakah sudah netral atau masih ada sebelum air
digunakan. Rebus air 15 liter dalam wadah berkapasitas 25-30 liter. Setelah
mendidih masukkan dedak halus dan tepung ikan.aduk-adik selama 30 menit.
Masukkan molase aduk sebentar,masukkan garam iodium kemudian angkat dari
pemanas.masukkan adonan tersebut ke dalam wadah kultur (Tangki plastik atau
fiber berkapasitas 120 liter) yang telah diisi air steril 85 liter. Cek
suhunya. Bila suhunya dibawah 40 0C,masukkan inokulen bakteri probiotik yang mengandung Bacillus dan tambahkan vitamin B
komplek,putar air dengan menggunakan pompa submersible kecil(pompa untuk
akuarium) atau digunakan aerasi yang kuat. Tutup wadah dengan menggunakan
penutup atau kain hitam. Tunggu hingga 2-3 hari (kepadatan bakteri min 1x 109
sel/ml).patau penurunan PH.bila PH
turun dibawah 6,5 lakukan penambahan larutan kapur secukupnya untuk menahan PH.
Jaga PH diatas 6 hingga selesai pembuatan starter.
3.4.Pembuatan dan pemeliharaan floc didalam tambak
Mengubah
senyawa organik dan anorganik yang mengandung senyawa karbon (C),hidrogen
(H),Oksigen (O),Nitrogen (N) dengan sedikit available posfor (P) menjadi massa
sludge berupa biofloc dengan menggunakan bakteri pembentuk flocs (flocs forming
bacteria) yang mensintesis biopolimer polihidrosi alkanoat sebagai ikatan
bioflocs.Bakteri pembentuk flocs dipilih dari genera bakteri yang non
panthogen,memiliki kamampuan mensintesis PHA,memproduksi enzim ekstraseluler,memproduksi
baktriosin terhadap baktei pathogen,mengeluarkan metabolit sekunder yang
menekan pertumbuhan dan menetralkan toksin dari planton merugikan dan mudah
dibiakan dilapangan.
Bioflocs
yang terbentuk lebih jauh berfungsi bagi purifikasi air tambak,dengan fungsi
sebagai pengoksidasi bahan organik lebih lanjut,melangsungkannitrifikasi ,dan
pembatas pertumbuhan plankton. Bahan organik yang digunakan berupa pakan udang
dengan proporsi C:N:P=100:10:1 sumber karbon tambahan dari kalsium karbonat
(kaptan). Sumber nitrogen tambahan dari pupuk
ZA (Ammonium Sulfat) (Aiyushirota).
3.5. aplikasi biofloc di tambak
Sebelum
tambak diisi air, tambak harus dibersihkan dan disterilkan dengan cara
disemprot chlorine (kaporite) untuk menghilangkan sisa-sisa bakteri yang
merugikan. Setelah siap, tambak diisi air hingga penuh (sesuai ketinggian yang
dikehendaki) dan dilakukan sterilisasi air dengan menggunakan kaporite 30 ppm.
Kincir dioprasikan untuk meratakan atau mengaduk kaporite supaya merata kurang
lebih 3-5 jam. Setelah itu matikan kincir hingga 24 jam. Operasikan kembali
semua kincir untuk menguapkan atau menetralkan senyawa chlor yang masih ada.
Bila ada ikan atau organisme lain yang mati segera diambil dan kubur.
Lakukan
pemupukan awal dengan menggunakan pupuk NPK (15:15:15) 5 ppm atau ZA dan SP-36
dengan perbandingan 2:1 dosis 5 ppm untuk menumbuhkan plankton. Jangan gunakan
urea, karena akan merangsang perkembangan blue green algae. Lanjutkan dengan
pemberian dolomite dengan dosis 10 ppm tiap 3 hari sampai warna air
terbentuk.Tebarkan starter biofloc dengan dosis 5 ppm setiap hari. Setelah
warna air (plankton) terbentuk, maka bakteri prebiotik akan berkembang si
lapisan air bagian bawah (dasar tambak). Sehingga pada suatu saat akan terjadi
persaingan ruang antara bakteri dengan plankton (algae).Pemberian karbon
organik (molase) dengan dosis 50 liter per ha 2 kali seminggu untuk memacu
perkembangan bakteri heterotrof dan pembentukan floc di dalam tambak. Floc akan
terbentuk dan plankton akan tergeser setelah kandungan karbon organik (TOC)
cukup tinggi atau mencapai 100 ppm. Pergeseran dari dominasi plankton ke
dominasi bakteri (floc) ditandai dengan banyaknya busa halus berwarna putih
menutupi permukaan air tambak.
Seiring
bertambahnya umur dan meningkatnya konsumsi pakan oleh udang, maka akan terjadi
penumpukan senyawa N anorganik (amonia, nitrit dan nitrat). Untuk itu, pemberin
karbon organik harus ditingkatkan untuk menaikan nilai C/N ratio. Ada beberapa
alternatif sumber karbon organik selain molase yaitu tepung terigu, tepung
tapioka,tepung gaplek, gula pasir dan dedak halus. Dengan perkiraan jumlah
kandungan karbon sekitar 50% untuk yang berbentuk tepung dan sekitar 24% untuk
molase.
3.6. Penggunaan pupuk amonium, fosfat, silikat
Pupuk
anorganik umumnya digunakan di awal budidaya saat persiapan air untuk
menumbuhkan plankton. Dengan perbandingan N/P yang sesuai di harapkan pkankton
yang tumbuh adalah dari kelompok green alga (Chlorella, Nannochloropsis, Tetrasemis) dan Diatom (Skeletonema, Chaetoceros, Navicula,
Cyclotella, Amphora) yang memberikan pengaruh pertumbuhan yang baik bagi
udang.pemberian pupuk silikat sangat diperlukan untuk menjaga agar diatom tetap ada didalam air tambak. Disamping
itu,Si juga diperlukan oleh udang untk membantu mempercepatan pergerasan kulit
selain Ca. Namun setelah plankton cukup kepekatanya dan komonitas akan bergeser
kearah biofloc , maka fosfat tidak diperlukan lagi.karena kebutuhan bakteri
akan fosfat sanngat kecil. Bahkan setelah komonitas mikroba dominan,
orthofosfat dalam air cenderung mningkat
terus. Bila kondisi air didominasi plankton , maka kandungan orthofosfat
berkisar 20:% dari total fosfat yang
ada. Sebalikna bila kondisi air didominasi oleh floc maka kandungan orthofosfat
dapat mencapai 80% dari fosfat dalam air. Oleh karena itu pengikatan kelebihan
fosfat sangat perlu untuk mencegah dominasi BGA. Fosfat dapat dikurangi dengan
cara diikat menggunakan bahan tertentu seperti
tawas,kaolin,nentonit,zeolite,kapur dan tanah liat.
Pupuk
amonium atau yang lebih dikenal dengan pupuk ZA, (NH4)2SO4
saat-saat tertentu masih diperlukan. Pupuk ZA tidak saja bisa digunakan
untuk menumbuhkan plankton tetapi juga dapat digunakan untuk mengendalikan
jenis-jenis plankton tertentu. Banyak jenis-jenis plankton yang merugikan yang
dapat dikendalikan dengan menggunakan pupuk ZA. Alexandrium (dinoflagellata
yang menghasilkan racun saxitoxin) mati dengan pupuk ZA 3 ppm (setara 1 ppm NH4+),
primnesium, euglena, dan beberapa
jenis plankton blue green algae juga dapat dikendalikan dengan amonium sulfat
(pupuk ZA).
3.7. Pengapuran
Proses
perombakan bahan organik baik secara aerob maupun anaerob menghasilkan gas CO2
dan beberapa menghasilkan senyawa asam organik. Akibatnya akan terjadi
penurunan alkalinitass maupun PH. Untuk mencegah penurunan alkalinitas dan PH
dapat dilakukan pengapuran. Pengapuran, disamping berguna untuk meningkatkan
dan mempertahankan alkalinitas dan PH juga dapat mengikat kelebihan fosfat
sementara dalam air. Pengikatan fosfat sementara dalam air berguna untuk
mengendalikan /mencegah munculnya BGA secara berlebihan.
Ada
beberapa macam kapur yang bisa digunakan antara lain kapur aktif (gamping) atau
CaO, kapur tohor Ca(OH)2, kapur pertanian CaCO3 atau
dolomite CaMg(CO3)2. untuk pengapuran digunakan kapur
tohor Ca(OH)2 atau lebih kenal sebagai kapur bangunan.
CO2+H2O+Ca(OH)2→CaHCO3
2H++Ca(OH)2→
Ca2++2H20
Pemberian
kapur pada saat awal budidaya (sampai 1 bulan) belum perlu dilakukan,setelah 1
bulan diberikan dengan dosis 5-10 ppm 1 minggu 1 kali. Setelah 2 bulan
ditingkatkan dosis dan frekuensinya seiring dengan bertambahnya umur dan
konsumsi pakan. Namun pertimbangan utama yang harus dilakukan dalam pemberian
kapur baik dosis maupun frekuensinya adalah PH air dan kandungan
alkalinitasnya. Karena bila tidak terkendali alkalinitasnya bisa turun hingga
40 ppm dan PH bisa mencapai 6,7.
3.8. Pemberiankarbon organik
melalui pakan
Pemberian
karbon organik melalui pakan untuk meningkatjan nilai C/N ratio pakan masih
belum banyak dilakukan oleh penambak. Namun akhir-akhir ini baru mulai ada
beberapa petambak yang mencampurkan pakan dengan molase dan dedak halus dan
sebagian menggunakan tepung tapioka. Penambahan karbon organik melalui pakan
bertujuan untuk meningkatkan C/N ratio sehingga amonia yang menghasilkan atau
dibuang ke dalam lingkungan tambak bisa terkendali. Besarnya karbon organik
yang diperlukan untuk meningkatkan C/N ratio pada pakan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus (Avnimeleh, 1996) :
∆CH=(CP/6,25).W.(C/N)mic/%.(ζ)
∆CH = kebutuhan karbohidrat
CP = crude poin
6,25 = kostanta
W = prosentase N yang terbuang (50-70%)
(C/N)mic = C/N ratio
mikroba (4-6)
%C = kandungan (prosentase) karbon (24-50%)
(ζ) = efisiensi sitesa protein (0,4-0,6)
Berdasarkan
rumus diatas maka kebutuhan karbihidrat untuk berbagai formula pakan dengan
kadar protein bebeda dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 3.1 kebutuhan
karbohidrat untuk berbagai formula pakan dengan kadar protein berbeda
Protein
pakan (CP)
|
Kebutuhan
karbohidrat (∆CH)
|
Protein
pakan (CP)
|
Kebutuhan
karbohidrat (∆CH)
|
Protein
pakan (CP)
|
Kebutuhan
karbohidrat (∆CH)
|
25%
|
40%
|
35%
|
56%
|
44%
|
70%
|
28%
|
45%
|
36%
|
58%
|
45%
|
72%
|
30%
|
48%
|
38%
|
61%
|
50%
|
80%
|
32%
|
51%
|
40%
|
64%
|
55%
|
88%
|
3.9. Permasalahan floc dan penanggulangannya
-
Floc
susah jadi
Ada
beberapa penyebab sehingga floc susah jadi atau tidak terbentuk diantaranya ada
kemungkinan tidak terdapat bakteri pembentuk floc (yang menghasilkan polimer
PHA), kekurangan bahan organik terutama C, nilai C/N ratio tidak sesuai, tambak
sudah terlebih dahulu ditumbuhi lumut sutera (Chaetomorpha sp.).perlu ditinjau ulang inokulan bakteri apa yang
digunakan sebagai starter, jumlah pasokan C organik ke dalam tambak dan
penyesuaian nilai C/N ratio. Bila disebabkan oleh lumut sutera, maka perlu
diberi perlakuan dengan bakteri fotosintetik, memberikan starter dengan dosis
yang lebih tinggi hingga lumut sutera kehabisan nutrisi karena persaingan. Saat
persiapan, sisa-sisa lumut sutera harus dibersihkan dan diberi perlakuan
larutan asam (HCL 1 %) untuk membasmi spora-sporanya.
-
Biofloc
ketebalannya berkurang (normal 10-20 cm) dan warna air mengarah ke hijau :
Hentikan
pengenceran, tahan air selama 5-6 hari, aplikasikan pupuk ZA 1 ppm setiap
harinya untuk menekan pertumbuhan chrollera atau aplikasikan pupuk ZA 5 ppm
setiap harinya untuk menekan pertumbuhan blue green algae. Pada hari ke 7
sirkulasi / pengenceran secara over flow dapat dilakukan kembali (Aiyushirota).
-
Bioflocs
ketebalannya berkurang (normal 10-20 cm sechi disk) dan warna air mengarah ke
coklat merah :
Hentikan
pengenceran tahan air selama 5-6 hari, aplikasikan CaCO3 / kaptan 20
ppm setiap harinya dan 1-2 x treatment dengan Kalsium peroksida. Pada hari ke 7
sirkulasi / pengenceran secara over flow dapat dilakukan kembali (Aiyushirota).
-
Warna
hijau biru (WGA) atau merah (Dinoflagellata) tetap ada setelah 5-6 hari
treatment :
Berlakunya
pola sistem “minimal exchange water” terhadap tambak tersebut, hindari
pengenceran / sirkulasi. Penambahan air hanya dilakukan untuk mengganti air yang
hilang / susut akibat penguapan, perembesan dan susut air akibat pembuangan
lumpur rutin harian saja (Aiyushirota).
-
Floc
terlalu pekat
Kurangi
pakan hingga 30% dari konsumsi normal agar udang makan sebagai floc. Lakukan
beberapa hari sebagai ketebalan floc berkurang. Cara seperti ini yang
dilakukan oleh McIntosh (2000).
-
Floc
diikuti kematian udang
Ada
beberapa kemungkinan penyebab, antara lain : adanya serangan penyakit IMNV,
LvNV, vibriosis. Kemungkinan faktor mutu air seperti kekurangan DO (BOD sangat
tinggi), floc terlalu kental dan sebagian mengendap sehingga muncul gas H2S
yang meracuni udang, floc didominasi algae beracun atau bakteri pathogen
(vibrio). Untuk itu, penerapan teknologi Biofloc harus dilengkapi dengan
fasilitas laboratorium seperlunya.
Good Descriptions.
ReplyDeleteMantap sekali!!!
Bagi nomer wa kang.
kosong81220148888
Posisi saya DKI, Bdg, Dan Indramayu.
Super Penjelasannya 👍👍
sangat bermanfaat dan membantu. saya sangat suka materi ini.. apalagi bagian saya pada teori ini teknisi budidaya di TAMBAK udang vannamei. izin gabung grup bila ada 081284862455. dari sumatera utara kabupaten ASAHAN.
ReplyDeletesangat membantu dan bagus sekali materinya. saya suka .bila mana ada group ini ijin saya bergabung kontak saya 081284862455
ReplyDelete