10.25.2016

SUKSES BUDIDAYA UDANG VANNAMEI : PEMAHAMAN TEKNOLOGI BIOFLOC

2. Pemahaman Teknologi Biofloc


2.1. Definisi
          Bio-Floc berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan floc, flock yang berarti gumpalan. Menurut Rod McNeil dalam Boyd (2002) floc dalam tambak, adalah bahan organik hidup yang menyatu menjadi gumpalan. Sedangkan menurut Conguest and Tacon, (2006) Bio-Floc adalah partikel yang teraduk oleh aerasi dan sirkulasi, yang terdiri dari kumpulan organisme autotrof dan heterotrof (bakteri, fitoplankton, fungi, ciliate, nematoda dan detritus) dan bahan tak hidup.Sementara Tacon et al. (2002) mendefinisikan Floc adalah kumpulan berbagai mikroorganisme termasuk bakteri, algae, fungi, protozoa, rotifera, nematoda dan gastroricha. Rosenbery (2006), Floc adalah gampalan yang merupakan kumpulan dari bakteri.
         
Penebaran Benur Udang Vannamei di Secaba Farm
Serfling (2006) microbial floc adalah kumpulan yang terdiri dari bermacam-macam bakteri, fungi, microalgae, dan organisme lain yang tersuspensi dengan dentritus dalam air media budidaya.Menurut Aiyushirota, Flock = Floc =Bioflock = Bioflocs merupakan istilah bahasa slangdari istilah bahasa baku “Activated Sludge” (“Lumpur Aktif”) yang diadopsi dari proses pengolahan biologis air limbah (biological westewater treatment). Bioflocs terdiri atas partikel serat organik yang kaya akan selulosa, partikel anorganik berupa kristal garamkalsium karbonat hidrat, biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, dentritus (dead body cell), ragi jamur dan zooplankton.
2.2 Konsep dan Keunggulan Teknologi Biofloc serta Persyaratannya
          Konsep penerapan biofloc adalah mengubah senyawa nitrogen anorganik yang bersifat racun (amonia) menjadi bacterial protein, sehingga bisa dimakan hewan pemakan detritus seperti udang vaname. Prosesnya, bahan organik dalam tambak diaduk dan diaerasi agar terlarut dalam kolom air untuk merangsang bakteri heterotrof aerobik menempel pada partikel organik, selanjutnya menyerap mineral seperti amonia, fosfat dan nutrient lain dalam air. Hasilnya, kualitas air menjadi lebih baik dan bahan organik didaur ulang menjadi detritus yang diperkaya.
          Budidaya udang dengan sistem BioFloc pada prinsipnya adalah mengembangkan komunitas bakteri dalam tambak. Menumbuhkan dan menjaga dominasi bakteri di dalam tambak adalah lebih stabil daripada dominasi algae (plankton) karena tidak tergantung sinar matahari. Ualitas air lebih stabil sehingga penggunaan air sedikit (hanya nambah) karena ada pembuangan lumpur. Microba penyebab penyait tertekan. Bakteri terkumpul dalam suatu gumpalan yang disebut Floc. Semakin banyak floc yang terbentuk akan semakin besar pula perannya dalam merombak lima nitrogen 10-100x lebih efisien daripada algae. Dapat bekerja siang maupun malam. Sedikit dipengaruhi cuaca. Merubahan limbah nitrogen menjadi makanan berprotein tinggi bagi udang. Budidaya udang dengan Bio-Floc dapat dilakukan dimana saja. Baik di daerah tropis, sub tropis, di kota, dalam bangunan maupun green house (Chamberlain, 2000).
          Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan budidaya udang dengan sistem Bio-Floc, antara lain:
-                      Pemasangan filter pada air masuk
-                      Reservoir dan tambak pengendapan
-                      Benur bebas penyakit dengan padat tebar yang cukup tinggi
-                      Tanpa/sedikit pergantian air
-                      Biosecurity
-                      Aerasi dan pengadukan cukup memadai
-                      Tambak plastik (HDPE) atau semen
-                      Pembuangan lumpur dari sentral (central drain)
-                      Karbon (gula, molase, tepung terigu) untuk merangsang perumbuhan bakteri
-                      Suhu dijaga di atas 300C
-                      Laboratorium untuk analisa mutu air dan penyakit
2.3 Biofloc  dan fungsinya di dalam tambak
          Biofloc tersusun atas microorganisme terutama bakteri yang membentuk floc, microalgae, fungi, protozoa, rotifera, cacing, organik detritus dan serat (selulosa). Biofloc yang terbentuk dari berbagai macam mikroorganisme yan ada di dalam tambak diharapkan memiliki fungsi antara lain:
1.             Mengurai bahan organik dan menghilangkan senyawa beracun,
          Bakteri pembentuk floc, akan mengurai bahan organik (protein, karbohidrat, lemak, dll.) yang berasal dari sisa pakan, kotoran udang dan bangkai dari jasad yang mati di dalam tambak. Dengan kondisi yang cukup oksigen (aerob) bahan organik akan di urai menjadi mineral anorganik yang sangat diperlukan oleh fitoplankton. Amonia akan disintesis menjadi protein sel oleh beberapa jenis bakteri, dan sebagian lagi dioksidasi oleh bakteri nitrifikasi menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas dan selanjutnya dari nitrit menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter.
2.             Menstabilkan dan memperbaikin mutu air,
          Sebagai ciri dari floc yang sudah terbentuk didalam tambak adalah kondisi pH yang cenderung lebih rendah dan sangat stabil (pada umumnya kurang dari 8,2) dan goncangan pH sangat rendah (0,1 - 0,3). Dengan pH yang lebih rendah maka pengaruh dari amonia menjadi lebih kecil. Karena terjadi saling ketergantungan antara organisme pembentuk floc di dalam tambak (bakteri, plankton, bahan organik dan mineral) maka kondisi air menjadi stabil.
3.             Mengubah amoniak menjadi protein sel dengan menambahkan karbohidrat,
          Diantara jenis bakeri yang ada, ada sebagian bakteri heterotrof aerobic yang dapat memanfaatkan secara langsung N anorganik (amonia) menjadi protein. Salah satu contoh jenis bakteri tersebut adalah Bacillus megaterium. Upaya untuk mendapatkan jenis-jenis bakteri yang diharapkan muncul secara alami atau sengaja diberikan inokulan dari probiotik yang dijual di pasaran.
4.             Menekan organisme pathogen
          Biofloc yang merupakan kumpulan dari berbagai microorganisme (bakteri) diharapkan dapat menekan bakteri pathogen atau bakteri yang merugikan. Beberapa bakteri diketahui dapat menekan populasi vibrio di dalam air tambak. Bakteri tersebut mengekuarkan bahan antibiotik atau senyawa asam organik.
5.             Berfungsi sebagai makanan tambahan bagi udang
          Kandungan nutrisi yang terdapat pada biofloc diharapkan cukup baik dan cocok untuk nutrisi udang dan sebagai makanan tambahan sehingga dapat mengurangi kebutuhan pakan dan menghasilkan konversi pakan yang baik.
-       Organisme yang terdapat dalam biofloc
          Floc yang baik jenis microalgae yang menyusunnya terdiri dari green algae dan/ diatom, serta bakteri yang mendominasi adalah bakteri non pathogen. Sebaliknya, floc yang kurang baik (jelek) adalah yang tersusun oleh microalgae yang merugikan seperti blue-green algae dan dinoflagellata yang menghasilkan racun serta bakteri yang bersifat pathogen dan atau yang menghasilkan racun (Vibrio spp, Pseudomonas, dll).
-       Bakteripenghasil floc
          Bakteri yang mampu membentuk bioflocs diantaranya: Zoolea ramigera, Escherichia intermedia, Paracolobacterium aerogenoids, Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Flavobacterium, Pseudomonas alcaligenes, Sphaerotillus natans, Tetrad dan Tricoda (Aiyushirota).
          Menurut Gao, et.all(2006), microorganisme yang menghasilkan biofloc antara lain bakteri, fungi, dan actinomycetes. Microorganisme tersebut menghasilkan polimer ekstraseluler seperti polysaccharida, protein fungsional dan glicoprotein yang berfungsi sebagai biofloculasi. Floc yang dihasilkan oleh Bacillus sp. I-471, Alcaligenescupidus KT201 and Bacillus subtilis IFO3335 adalah polysaccharida. Nocardia amarae YK-1, Bacillus licheniformis dan Rhodococcus erythropolis memproduksi floc protein sedangkan Arcuadendron sp. TS-4 dan Arathrobacter sp. Memproduksi biofloc glycoprotein. Alcaligenes eutrophus, Azobacter vinelandii dan Pseudomonas oleovarians dan lain-lain dapat mensintesis PHA (poly hidroksi alkanoat) (Salehizadeh and Loosdrecht, 2004 dalam  Sinha et. al, 2008). Sedangkan Vagococcus sp. W31 yang dia teliti menghasilkan bioflucculant yang diberi nama MBFW31.
          Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflocs adalah kemampuannya untuk mensintesa senyawa Poli hidroksi alkanoat (PHA), terutama yang spesifik seprti poli β-hidroksi butirat. Senyawa ini diperlukan sebagai bahan polimer antara subtansi-subtansi pembentuk buoflocs (Aiyushirota).
-       Warna Biofloc
3 macam warna floc yang terjadi di dalam tambak yang menerapkan teknologi Biofloc, yaitu :
1)   Kecoklatan. Floc ini memiliki pengaruh pertumbuhan udang lebih cepat, didominasi bakteri heterotrof aerobik. Jenis bakteri yang terkandung biasanya Bacillus dan Lactobacillus
2)   Kehijauan. Floc ini memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan udang normal, jenis bakteri yang mendominasi adalah kelompok bakteri fotosintetik (cyanobacter)
3)   Kehitaman. Floc ini memiliki pengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan, disamping itu, dapat menyebabkan udang terdapat warna kehitamanpada bagian insang maupun permukaan tubuhnya,jenis bakteri yang terkandung dapat mengakumulasi zat besi. Floc semacam ini harus ditekan /  dihindari sedapat mungkin dengan cara menginokulasikan jenis bakteri yang baik sejak awal (persiapan air).
          Warna floc sangat penting karena dapat menunjukan umur floc. Berdasarkan analisa Environmental Leverage Inc. ada tiga warna microbial floc yaitu bening,kuning kecoklatan dan kehitaman. Floc yang bening menunjukkan bahwa floc masih muda (awal), floc yang berwarna coklat kekuningan menunjukkan floc yang cukup usia (matang) sedangkan floc yang berwarna kehitaman, menunjukkan bahwa kondisinya kurang oksigen atau anaerobik sehingga harus dibuang.
-       Ukuran Biofloc
          Pada awalnya ukuran biofloc cukup halus denngan warna yang transparan dan semakin hari semakin besar dan warnanya berubah menjadi kuning kecoklatan. Berikut ini adalah ukuran biofloc dengan diameter yang berbeda, 150 mikron, 250 mikron dan 300 mikron.
          Menurut McIntos (2000) ukuran floc pada awalnya kecil tetapi menjelang panen ukuran floc bisa mencapai 2 mm. Namun yang harus disadari bahwa semakin besar ukuran floc semakin mudah mengendap, sehingga aerasi dan pengadukan harus cukup kuat dan merata untuk mencegah terjadinya pengendapan. Lebih diutamakan floc yang lebih halus, sehingga tidak cepat mengendap (selalu melayang dalam kolom air).
-       Kepekatan Biofloc dalam tambak
          Untuk mengetahui kepekatan biofloc dapat dilakukan dengan pengukuran kecerahan air maupun dengan pengukuran volume floc dengan menggunakan “Imhoff con”. Pada umumnya bila floc sudah stabil kecerahannya berkisar 10-20 cm. Pengukuran volume biofloc dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang dinamakan “Imhoff con”. Caranya, ambil air tambak 1 liter yang berasal dari 2 tempat yang berbeda pada kedalaman 15 cm pada waktu jam 10.00-12.00. endapkan dalam Imhoff con selama 15-20 menit. Volume dapat dibaca pada skala Imhoff con. Menurut Ninuk, praktisi dari PT. STP volume floc perlu dijaga sekitar 15 cc/liter. Namun volume hingga 90 cc ternyata udang masih cukup aman asalkan aerasi cukup untuk mencegah agar floc tetap teraduk dalam kolom air dan tidak sampai mengendap. Namun demi amannya, sebaiknya floc dikelola dengan kisaran 4-6 ml/L dan maksimal 8 ml/L. Kepekatan floc berpengaruh terhadap konsumsi oksigen. Semakin tebal floc semakin tinggi kebutuhan oksigennya.
-       Dinamika Biofloc dalam tambak
          Sebagaimana telah dikemukakan bahwa biofloc itu tersusun oleh mikroba dan detritus organik, maka komposisinya juga selalu berubah dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh masukan bahan organik seperti pakan, molase maupun plankton atau organisme yang mati. Disamping itu, dinamika plankton dan bakteri juga selalu berubah setiap saat.Adanya perubahan komposisi penyusun biofloc, secara otomatis juga mempengaruhi perubahan nilai gizi maupun pertumbuhan udang. Adanya komponen penyusun biofloc yang kurang menguntungkan, seperti algae yang merugikan (dinoflagellata dan beberapa jenis blue green), bakteri yang merugikan (vibrio dan bakteri merugikan lainnya), zooplankton (protozoa dan rotifera) yang memakan bakteri penyusun floc, akan mengurangi pertumbuhan udang.
          Oleh karena itu, dinamika biofloc akan memberikan pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan udang. Bila biofloc yang terbentuk adalah baik maka akan memberikan pertumbuhan yang lebih cepat dan udangnya sehat, dan bila biofloc yang terbentuk kurang baik atau jelek maka perrtumbuhan udang akan lambat, atau bahkan menyebabkan penyakit atau kematian pada udang. Berdasarkan kualitas penyusunnya (Leffler et al., 2007), biofloc dapat digolongkkan menjadi 3 macam yaitu: biofloc yang baik (good floc) yaitu algae tersusun dari kelompok diatom dan green algae, bakteri dari jenis yang menguntungkan, biofloc yang kurang baik (bad floc) yaitu algae yang terdiri dari blue-green algae (cyanophyta) dan biofloc yang jahat (ugly floc) yaitu algae yang tersusun dari jenis dinoflagellata.
          Yang perlu disadari bahwa peningkatan volume floc belum tentu diikuti dengan peningkatan komunitas mikroba (bakteri). Biopolymer yang terbentuk (seperti polyhydroxy alkanoat, glycogen) adalah akibat adanya rangsangan penambahan sumber karbon organik. Dalam kondisi ammonium (TAN) rendah atau minim, bakteri akan memproduksi senyawa tersebut untuk membentuk floc.
-       Kondisi yang mendukung pembentuk floc
-       Bahan organik yang cukup
          Syarat  utama proses pembentukan floc adalah adanya kandungan bahan organik yang cukup. Berdasarkan penelitian biofloc terbentuk dengan baik bila Total Organik Karbon (TOC) telah mencapai 100ppm. Pada awal budidaya, pemberian pakan masih relatif sedikit sehingga perlu adanya penambahan bahan organik secara terus menerus untuk mendukung perkembangan bakteri pembentuk floc. Pada umumnya, budidaya diawali dengan sistem plankton dan setelah 6 – 8 minggu floc mulai terbentuk seiring dengan kandungan bahan organik yang cukup tinggi.
-       C/N ratio
          Sebagaimana dijelaskan di depan bahwa perkembangan bakteri heterotrof  pembentuk floc sangat di pengaruhi oleh nilai C/N ratio. C/N ratio harus diusahakan minimal 12, idelanya 15 – 20. Untuk mendapat nilai C/N ratio yang sesuai, dapat diatur dengan menambah molase atau karbohidrat yang dicampur pakan atau di beri melalui air. Menurut Van Wyk (1999), bila C/N ratio rendah (dibawah 10), bakteri akan memanfaatkan N organik dan bila C/N ratio tinggi (20 atau lebih), bakteri akan memanfaatkan N-anorganik. Sedangkan bila anatara 10 sampai 20 maka bakteri akan memanfaatkan dua-duanya.

-       Aerasi dan Pengadukan
          Oksigen sangat diperluka oleh bakteri untuk mengurai  bahan organik (protein, lemak dan karbohidrat), mengoksidasi amonia menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat. Pengadukan sangat penting untuk mencegah bahan organik dan floc mengendap, sehingga bahan organik selalu ada dalam keadaan aerobik di dalam kolom air.  Pergerakan air  (arus) harus dibuat sedemikian sehinggadaerah mati diusahakan seminim mungkin. Karena bisa arus tidak cukup kuat, bahan organik dan floc akan mengendap sehingga kondisi menjadi anaerobik. Bakteri akan menggunakan sulfat untuk mengoksidasi bahan organik sehingga menghasilkan H2S yang sangat membahayakan bagi kehidupan udang.
-       Karbon dioksida
          Beberapa jenis bakteri memerlukan karbon dioksida seperti bakteri nitrifikasi (Nitrosomonas dan Nitrosomonas), bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas), bakteri pengoksida sulfide menjadi sulfat (Thiobacillus) dan bakteri pengoksida besi dan mangan (Thiotrix). Bakteri – bakteri tersebut tidak bisa menggunakan sumber karbon organik sperti protein, lemak maupun karbohidrat. Aerasi dapat membantu menyediakan karbon dioksida. Sumber karbon anorganik yang lain yang dapat dimanfaatkan oleh bakteri chemoautotrof tersebut adalah karbonat dan bikarbonat. Namun ketika floc sudah jadi maka CO2hasil perombakan bahan organik cukup tinggi dan perlu dilepas ke udara dengan bantuan kincir.
-       N/P ratio
          N/P ratio erat kaitannya dengan kehidupan plankton. Bila N/P ratio rendah < 10 (artinya N berada dalam jumlah yang sedikit) maka blue green algae yang dapat memfiksasi nitrogen (seperti Anabaena, Anabaenopsis, Oscillatoria) dan dinoflagellata akan berkembang. Sementara green algae dan diatom akan tertekan perkembangannya karena kekurangan N.  Sebaliknya bila N/P ratio tinggi, yang berarti fosfat akan menjadi faktor pembatas sehingga plankton blue green algae, green algae, diatom maupun dinoflagellata perkembangannya terbatas. Sedangkan bakteri terutama dari kelompok Bacillus yang dapat melarutkan fosfat dari bentuk tida tersedia bisa berkembang dengan baik.
          Untuk meningkatkan nilai N/P ratio sebaiknya menggunakan pupuk Amonium Sulfatdan tidak menggunakan urea. Dengan alasan agar BGA tidak tumbuh. Karena BGA dapat memanfaatkan urea secara langsung. Bila menggunakan amonium sulfat, maka ion amonium dalam air akan menghambat kerja enzym hidrogenase sehingga tidak bisa mengambil N dari udara. Disamping itu ion amonia dapat menyebabkan lysis pada BGA bila diberikan dalam dosis tinggi  (5ppm) selama 5 hari (Aiyushirota).
Nilai N/P ratio dalam air media budidaya akan mempengaruhi dominasi plankton yang muncul.
-                      Bila N/P ratio rendah (dibawah 10) maka BGA akan berkembang.
-                      Bila N/P ratio 10 – 20 hampir semua jenis plankton dapat berkembang.
-                      Bila N/P ratio 20 – 30 maka green algae akan berkembang.
-       Biofloc  sebagai makan tambahan bagi udang
          Biofloc dapat dimanfaatkan sebagai makanan tambahan untuk udang vaname. Protein yang terkandung dalam flocs berkisar 45% dan kadar  mineral berkisar 30% terlarut dalam partikel organik. Menurut Conguest dan Tacon (2006), komposisi floc terdiri dari: Crude protein 35 – 50% (arginine, lysine, dan methionine rendah), lemak 0,6 – 12% dan mineral 21 – 32%. Hasil analisis terhadap kandungan biofloc oleh beberapa ahli disajikan pada tabel berikut ini.
          Dapat dipahami bahwa biofloc tersusun atas mikroorganisme terutamabakteri yang memiliki kandungan protein cukup tinggi. Sementara pemanfaatan N dari pakan oleh udang hanya sekitar 30% maka N di daur ulang menjadi protein cukup tinggi. Dalam hal ini N akan termanfaatkan 2 kali (Avnimeleh, 2009), yaitu pertama N dalam bentuk protein pakan dan kedua N sebagai protein sel mikroba (SCP=Singel Cell Protein). Dengan demikian maka penetapan teknologi bifloc akan menghemat biaya pakan (Nyantaw, 2006). Hal ini disebabkan pakan yang digunakan proteinnyalebih rendah dan nilai FCR juga lebih baik.
Tabel 1. Komposisi Biofloc (Chamberlain, 2001)
Protein Pakan
%
31,5
22,5
Rata–rata
Bahan Organik
%
78
66
72
Abu
%
21
32
26
Protein
%
51
35
43
Lemak
%
10
15
12,5
Arginine
%
2,3
1,61
1,95
Methionine
%
0,61
0,35
0,48
Lysine
%
2,5
1,7
2,1
Tabel 2. Komposisi Biofloc (Tacon et al, 2002)
Nutrient
Kisaran
Rata-rata
Suspensed microbial floc (mg/l)
87,3 – 200,8
157
Moisture (%)
5,9 – 7,3
6,6
Crude protein (Nx6,25)(%)
29,2 – 34,3
31,2
Crude lipid (%)
2,5 – 2,6
2,6
Cholesterol (mg/kg)
470 – 490
480
Ash (%)
25,5 – 31,8
28,2
Groos energy (MJ/Kg)
10,3 – 12,8
12


Tabel 3.  Kandungan mineral dalam biofloc (Tacon, 2002)
           Mineral          
Kisaran
Rata – rata
Sodium (%)
0,41 – 4,31
2,75
Calsium (%)
0,56 – 2,86
1,70
Phosphorus (%)
0,36 – 2,12
1,35
Potassium(%)
0,13 – 0,86
0,64
Magnesium (%)
0,12 – 0,45
0,26
Zinc (mg/kg)
78,3 – 577,9
338
Iron (mg/kg)
170,8 – 521,0
320
Manganese (mg/kg)
8,9 – 46,8
28,5
Boron (mg/kg)
8,8 – 45, 7
27,3
Copper (mg/kg)
3,8 – 88,6
22,8
Tabel 4. Kandungan asam amino dalam biofloc (Tacon, 2002)
Asam Amino
Kisaran
Rata-rata
Methionine + Cystine (%)
0,86 – 0,93
0,89
Phenylalanine + Tyrosin (%)
2,41 – 2,54
2, 48
Isoleucine (%)
1,21 – 1,26
1,24
Leucine (%)
1,78 – 1,97
1,87
Histidine (%)
0,43 – 0,45
0,44
Threonine (%)
1,44 – 1,50
1,47
Lysine (%)
0,90 – 0,96
0,93
Valine (%)
1,66 – 1,80
1,73
Arginine (%)
1,46 – 1,63
1,54
Tryptophan (%)
0,18 – 0,22
0,20
Total Essential amino acids
24,5 – 26,3
25,4

2.4 Akumulasi Kotoran (bahan organik) dan Amonia dalam tambak
          Dalam sistem budidaya konvensional hanya 20 – 30% C, N, dan P yang termanfaatkan, sebagian besar terbuang karena tidak termakan dan menjadi kotoran. N yang terbuang sebagian besar berbentuk amonia.
Selama masa budidaya bahan organik (sisa pakan, kotoran udang dan organisme yang mati termasuk plankton) akan terkumpul dan mengendap didasar tambak dan sebagian bahan organik terlarut di dalam air. Hal ini memicu berkembangnya bakteri (baik yang menguntungkan maupun yang merugikan). Kebutuhan oksigen menjadi semakin besar. Bahan organik yang mengendap di dasar akan menyebabkan kondisi menjadi kekurangan oksigen (anaerob) sehingga sebagian bakteri akan merombak bahan organik dengan memanfaatkan sulfat dan nitrit. Hasil dari perombakan secara anaerobik akan menghasilkan sejumlah senyawa beracun seperti asam sulfida, amonia, nitrit dan metana.untuk mencegah munculnya beberapa racun tersebut dapat dilakukan dengan cara menjaga agar selalu cukup oksigen dan bahan organik selalu dalam kondisi teraduk serta mencegah tejadinya daerah mati sebagai tempat endapan kotoran (lumpur). Namun bila ada sebagiankotoran yang mengendap dapat dilakukan pembungan kotoran dengan cara membuka pipa pengeluaran (central drain) atau dengan melakukan penyedotan lumpur (sifon).
          Konsekuesi penerapan teknologi biofloc yang melakukan sedikit atau tanpa ganti air adalah adanya penumpukan kotoran (bahan organik), amonia dan fosfat di dalam air. Keberhasilan budidaya dengan sistem biofloc adalah tergantung pada kemampuan mengendalikan amonia agar udang tidak keracuna amonia. Dalam hal ini, amonia di daur ulang/disintesis menjadiprotein sel yang dapat dimanfaatkan kembali oleh udang maupun hewan pemakan detritus.
Amonia yang terbentuk akibat penguraian protein sisa pakan, kotoran dan jasad yang mati dalam tambak dapat dihilangkan atau dikurangi dengan 4 cara, yaitu:
-       Melalui pengenceran (pergantian air)
          Pergantian air untuk mengencerkan amonia, bahan organik serta senyawa beracun lainnya umumnya dilakukan pada sistem budidaya konvensional atau open sistem. Sedangkan pada budidaya yang menerapkan sistem tertutup maupun sedikit ganti air, maka pengendalian amonia dan bahan organik lebih ditekankan pada pemanfaatan microorganisme.
-       Secara photoautotrof oleh phytoplankton
          Phytoplankton dapat memanfaatkan nitrogen anorganik seperti amonia dan nitrat untuk disintesis menjadi protein sel melalui proses fotosintesis. Cara pengendalian amonia seperti ini dikenal dengan istilah “green water system”. Reaksi yang terjadi menurut Ebeling et.al. (2006) adalah sebagai berikut :
16 NH4+ + 92 CO2 + 92 H2O + 14 HCO3­­- + HPO42‑C106H263O110N16P + 106 O2
16 NO3- + 124 CO2 + 140 H2O + HPO42-          C106H263O110N16P + 138 O2 + 18 HCO3-
          Bila phytoplankton mengambil senyawa amonia dalam proses fotosintesisnya maka akan terjadi penurunan alkalinitas, sedangkan bila nitrat yang diambil maka alkalinitas akanmeningkat.
-       Secara chemoautotrof oleh bakteri nitrifikasi
          Senyawa amonia dapat dirombak atau dioksidasi oleh bakteri nitrifikasi menjadi senyawa nitrat yang tidak berbahaya bagi udang. Ada 2 tahap selama proses nitrifikasi berlangsung. Yang pertama amonia dioksidasi oleh bakteri Nitrosomonas menjadi nitrit
55 NH4+ + 76 O2 + 109 HCO3-        C5H7O2N + 54 NO2- + 57 H2O + 104 H2CO3
Yang kedua senyawa nitrit dioksidasi oleh bakteri Nitrobacter menjadi nitrat
400 NO2- + NH4+ + O2 +4 H2CO3 + HCO3- + 195 O2       C5H7O2N + 400 NO3- + 3 H2O
(EPA, 1975 dalam Van Wyk, 1999)
Reaksi nitrifikasi secara ringkas yang umum dipakai:
2NH4++3O2         4H++2NO2-+2H2O
2NO2-+O2        2NO3-
Reaksi nitrifikasi scara ringkas menurut Ebeling et.al. (2006)
NH4+ + 1.83 O2 + 1.97 HCO3-        0.024 C5H7O2N + 0.976 NO3- + 2.9 H2O + 1.86 CO2
Agar proses nitrifikasi berjalan baik maka beberapa syarat harus dipenuhi antara lain:
-                 pH air sekitar 7 - 8,5
-                 kandungan oksigen cukup tinggi (usahakan minimal 4)
-                 ada substrat untuk penempelan bakteri
-                 tersedia Ca yang cukup
-                 semakin rendah bahan organik, semakin cepat laju nitrifikasi.
Secara heterotrof disintesis menjadi protein sel oleh bakteri heterotrof
          Beberapa jenis bakteri heterotrof dapat memanfaatkan amonia untuk disintesis menjadi protein dengan adanya penambahan karbon organik (karbohidrat). Reaksi proses yang terjadi menurut Ebeling (2006) adalah sebagai berikut:
NH4+ +1,18 C6H12O6 + HCO3- + 2,06 O2        C5H7O2N + 6,06 H2O + 3,07 CO2
          Proses perombakan amonia yang terjadi sangat dipengaruhi oleh nilai C/N ratio. Bila nilai C/N ratio rendah (C organik tidak ada), maka proses perombakan amoni berlangsung secara autotrof. Bila C/N ratio sedang (8-10), proses perombakan amonia berlangsung secara autotrof dan heterotrof. Sedangkan bila nilai C/N ratio 12 atau lebih proses perombakan berlangsung secara heterotrof (Ebeling, 2006).
2.5 nilai perbandingan karbon dan nitrogen atau C/N ratio
          Nilai C/N ratio meiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan floc bakteri serta kemampuan dalam menetralkan amonia. Bakteri heterotrof dapat mensintesis protein dari karbohidrat dan amonia. C/N ratio harus sesuai untuk keperluan bakteri. Seimbang antara sumber C dan N. Nilai C/N ratio dalam media budidaya akan selalu berubah-ubah tergantung dari masukan bahan yang digunakan dalam budidaya. Pakan yang diberikan pada udang mengandung protein yang cukup tinggi dengan nilai C/N ratio di bawah 9. Penumpukan amonia hasil metabolisme udang dan peromabakan bahan organik oleh mikroba akan memperkecil nilai C/N ratio sehingga pada suatu saat perlu adanya penambahan C organik untuk meningkatkan nilain C/N ratio sekaligus untuk menekan kandungan N anorganik (amonia) yang bersifat racun.
          Pada nilai C/N ratio yang rendah mikroba yang berkembang cenderung menggunakan senyawa N organik (asam amino,protein,amina) sebagai sumber Ndalam mensintesim protein,sedangkan pada nilai C/N ratio yang tinggi mikroba yang berkembangmenggunakan N anorganik (amonia dan nitrat) sebagai sumber N dalam menyusun protein dalam selnua, namun apabikla nilai C/N ratio terlalu tinggi akan berakibat terhambatnya proses penguraian bahan prganik karena kekurangan  unsur N (Van Wjk, 2006). Dalam penerapan teknologi biofloc,nilai C/N ratio dapat dihitung dengan cara mengukur kandungan total organik carbon (TOC) dan total kandungan nitrogen (TKN)
C/N ratio =TOC : TKN
          Menurut van wyk (2006) cara ini tidak praktis untuk lapangan karana pelatannya mahal dan tidak mungkin dimiliki oleh petambak. Maka cara yang praktis adalah dengan menghitung C/N ratio pada pakan karena proteinya sudah diketahui.
Pakan udang mengandung protein tinggi yaitu lebih dari 35% untuk vaname dan lebih dari 38% untuk udang windu. Pakan dengan kandungan protein 35% nilai C/N rationya dapat dihitung sebagai berikut.
-C dalam pakan (berbagai formula) = 50%
-Crude protein 35% jadi N = 35% :6,25 =5,6%
-C/N ratio= 50%:5,6%=8,93=9
          Oleh karena nilai C/N ratio rendah maka C merupakan faktor pembatas. Agar floc bakteri dapat berkembang baik maka harus ditambahkan C organik dari luar dan dipilih harga yang murah seperti molase,tepung terigu,tepung ketela,dedak,tepung tapioka dan sebagainya.
-perombakan bahan organik oleh microorganisme
Dasar pemikiran
Proses perombakan karbohidrat oleh bakteri
∆ CH+O2 → Cmic + CO2 + energi
Efisiensi (ζ) = Cmic / ∆C = 0,4 – 0,6
∆ C = ∆ CH x % C
(C/N)mic = Cmic / Nmic = 4 -6
-  Kebutuhan karbohidrat untuk menetralkan amonia
-  Sel bakteri memiliki nilai C/N ratio, (C/N) mic = 4 – 6. Misal diambil nilai terendah 4
-  Efiensi (ζ) dalm mermbak bahan  organik berkisar 0,4 - 0,6. Misal diambil nilai terendah 0,4Sehingga,
∆C = CO2 + Cmic ↔ (ζ) = Cmic / ∆C ↔ ∆C x (ζ) = Cmic
∆C x (ζ) / N = Cmic / Nmic
∆C = (C/N) mic x N / (ζ)
∆C = 4 x N / 0,4 = N x 10 ↔ ∆C = ∆CH x 50%
∆CH x 50% = N x 10
∆CH = 20 N


∆CH : Karbohidrat
N : Nitrogen Anorgannik (amonia)
N diperoleh dari hasil pengukuran amonia
Jadi untuk mengikat 1 gr N (NH4+) diperlukan 20 gr karbbohidrat


     Menurut Avnimelech et al. (1999), karbohidrat yang ditambahkan untuk mencegah timbulnya aminia akibat sebagain N dari pakan yang terbuang (berupa metabolit udang, sisa pakan dan kotoran) ke dalam lingkungan tambak, dihitung dengan asumsi sbb :
-            Kandungan N pada pakan dengan kadar protein 30% adalah 4,8%
-            Ammonia N yang tebuang : 50%
-            C/N ratio pada jaringan microba : 4
-            Kandungan carbon pada carbohydrate : 50 %
-            Efficiency sintesis protein pada microba : 40 %
-            Carbohyrate yang harus ditambah pada pakan
= 4.8% * 50% * 4/(50% * 40%) = 48 %
∆CH                = (CP / 6,25). W. (C/N)mic / %C. (ζ)
            ∆CH                 = kebutuhan karbohidrat     
CP                    = crude protein
6,25                 = konstanta
W                     = prosentase N yang terbuang
(C/N)mic          = C/N ratio mikroba
%C                  = kandungan (prosentase) karbon
(ζ)                    = efisiensi sintesa protein


                                                

0 comments:

Post a Comment

Mohon Saran dan Kritik yang membangun, terima kasih ...